IKLAN




 

Singgih : "Pemkab Blora Harus Waspadai Masa Depan Ketahanan Pangan"

 Singgih Hartono, Pengamat Ekonomi dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora 

"Pengamat Ekonomi dan Ketahanan Kabupaten Blora, Singgih Hartono merasa miris dengan masa depan ketahanan pangan di wilayah lahan pertanian Blora, banyak yang gagal panen karena kekurangan pasokan air"

Kondisi lahan sawah yang kering dan sudah pasti gagal panen karena tidak ada pasokan air

Bencana Kekeringan Ekstrem
BLORA, ME - Masa depan ketahanan pangan di wilayah pertanian Kabupaten Blora patut diperhatikan dengan sungguh - sungguh oleh Pemerintah kabupaten Blora, melalui Dinas Pangan Pertanian Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora.

Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, yang juga Ketua LSM Ampera Blora, Singgih Hartono, kepada awak media di Resto Bakmi Kolonel Blora, pada Jumat malam (24/5/2024).

"Karena cuaca kering ekstrem ini melanda seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara, beberapa negara penghasil beras seperti Thailand dan Vietnam mulai membatasi ekspor komoditas pangan tersebut, karena untuk menjaga ketahanan pangan negaranya sendiri, akibat dari pemanasan global, mereka juga mengalami banyak kegagalan panen," ujar Bah Singgih, panggilan akrabnya.

Harga Beras Mahal 
Akibat stok yang terbatas itu, akhirnya harga beras menjadi mahal, seperti di negara Malaysia, menurut Bah Singgih yang juga membawa contoh beras yang dibelinya dari negara Jiran tersebut, sebagai bukti pengamatannya adalah fakta temuan lapangan.

"Saya kalo pergi ke Thailand, VietnAm, Singapura, Malaysia selalu membeli komoditas beras dari masing - masing negara itu, ya untuk bahan penelitian dan perbandingan saya dengan harga yang ada di Indonesia, maupun di Blora, Haga beras medium di Malaysia ini harga eceran tertingginya adalah 9,5 Ringgit Malaysia per kilogram, 1 Ringgit itu Rp. 3.450,- jadi beras di sana sangat mahal, itu produksi beras dari Thailand," ungkapnya.

Jadi menurut Bah Singgih, harga beras di Indonesia pun juga akan mahal, karena kurangnya pasokan akibat gagal panen, yang disebabkan panas yang ekstrem, membuat debit air di bendungan, waduk dan sungai menurun tajam dan terjadi kekeringan di lahan pertanian.

Siapkan Makanan Substitusi
Melihat kondisi tersebut, mantan Ketua Asosiasi Kontraktor Pangan se Pati yang dikenal kritis terhadap kebijakan bulog ini, kembali mengingatkan kepada Pemerintah Kabupaten Blora yaitu Dinas P4 Blora, untuk segera mengeluarkan kebijakan budidaya tanaman pangan pengganti atau substitusi, seperti waluh dan sukun.

"Kondisi ini harus benar - benar diwaspadai Pemkab Blora untuk segera menggalakkan budidaya tanaman pangan substitusi atau pengganti, misalnya jagung, ketela pohon, waluh dan sukun, selain itu, perlu dicek gudang - gudang Bulog terkait cadangan pangannya berasal dari hasil panen tahun berapa, dan berapa jumlahnya, kalau cuma sedikit, berarti Bulog tidak sungguh - sungguh menyerap beras petani," paparnya kembali.

Di saat yang sama Anton Sudibyo, pelaku bisnis pertanian juga mengungkapkan bahwa budidaya koro pedang juga bisa untuk substitusi pangan, dikarenakan bisa diolah menjadi makanan seperti tempe, tahu, tepung mie, abon dan susu yang kandungan gizinya seimbang dengan kedelai, yang hingga kini juga masih tergantung pada import. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar