IKLAN




 

DBH Migas Rp. 160 Milyar, Anugerah Atau Musibah?

Infrasturktur jalan Blora - Randublatung salah satu proyek yang dibiayai dari hutang daerah, dikerjakan oleh pihak ketiga

Tambahan DBH Migas
Blora, ME - Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. Alhamdulillah..layak kita ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat petunjuk-NYA, perjuangan untuk mendapatkan dana bagi hasil dari sektor minyak dan gas (DBH Migas) akhirnya tercapai, setelah ada revisi Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), tahun depan 2023 nanti APBD Kabupaten Blora akan bertambah sekitar Rp. 160 Milyar.

Hal itu diungkapkan oleh Bupati Blora, Arief Rohman, melalui rilis media Pemerintahannya, yang menyampaikan capaian signifikan penambahan DBH Migas yang dulu hanya sebesar Rp. 7 Milyar, meskipun diakuinya juga masih jauh dari formula perhitungan yang diajukan yaitu sebesar Rp 400 Milyar. 

Namun Bupati tetap memberikan apresiasi kepada Pemerintah Pusat, dan siap memanfaatkan berkah itu untuk modal pembangunan infrastruktur jalan, setelah tahun ini (2022) harus dibangun dengan dana pinjaman, untuk mewujudkan dalan Alus di beberapa ruas jalan yang vital di Blora, dan itu masih belum cukup, karena hanya mendapatkan pinjaman dana sebesar Rp. 150 Milyar dari perbankan. 

Kelola DBH Migas
Sesuai dengan janji kampanye Arief - Etik untuk mewujudkan janji kampanyenya, yaitu "Dalane Alus, Banyune Lancar Terus", tambahan DBH Migas sebagai daerah penghasil 37% di Blok Cepu, sebesar Rp. 160 Milyar adalah berkah yang tak terhingga manfaatnya untuk mewujudkan janji kampanye tersebut, meskipun besaran DBH tersebut juga masih jauh dari harapan.

Seperti yang diungkapkan oleh Seno Margo Utomo, yang juga mantan Tim Transparansi Migas Kabupaten Blora, menurutnya hitungannya, mestinya DBH Migas mencapai Rp. 700 Milyar - 1 Trilyun.
Menurutnya DBH Blora yang hanya Rp 160 Milyar, masih jauh dari ekspektasi, itu bagian dari 1/7 dari 3% DBH Migas daerah perbatasan. Seharusnya Blora dapat 2%  karena pemilik 1/3 revenue dari Blok Cepu.

Lepas dari besar kecilnya perolehan DBH Migas, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pengelolaannya bisa berdampak untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Blora. Bagaimana skema pertumbuhan ekonomi harus benar - benar dirasakan oleh masyarakat, untuk menekan angka kemiskinan yang mencapai 13% ini? Menjadi satu digit, syukur - syukur bisa zero. 

Tidak Dikuasai Sindikasi
Tantangan terbesar yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blora, adalah bagaimana mengelola dana tersebut, untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, jangan lagi dikuasai oleh sindikasi politik, kontraktor, dan para petualang yang memanfaatkan kekisruhan yang terjadi di Blora ini. 

Bupati selaku Kepala Daerah harus sudah memiliki perencanaan yang matang dan tepat, untuk pemanfaatan naiknya PAD Blora dari sektor DBH Migas ini. Pemkab Blora dan jajarannya harus berpikir yang out of the box, atau bisa dikatakan harus berani berinovasi, bagaimana membuat skema pengelolaan DBH Migas ini bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Blora.

Untuk itu skema pembiayaan proyek padat karya, layak untuk dilakukan, bagikan dana tersebut untuk pembiayaan pembangunan seluruh Kecamatan yang masuk kategori tertinggal. Dari 16 Kecamatan, hanya 2 Kecamatan yang tergolong maju, yaitu Blora dan Cepu, lainnya bisa dikatakan tertinggal dan kumuh, baik penataan infrastrukturnya maupun ekonominya. 

Oleh karena itu, layak dipertimbangkan pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur dan ekonomi secara padat karya di Kecamatan - Kecamatan yang tertinggal tersebut, tidak lagi melalui proses lelang terbuka, yang hanya menguntungkan para kontraktor baik dalam maupun luar Blora.

Simulasi Perhitungan
Simulasinya adalah sebagai berikut: 
Dari Rp. 160 Milyar dibagikan untuk membiayai proyek padat karya yang diverifikasi sebagai Kecamatan tertinggal, dengan jumlah desa terbanyak yaitu, Ngawen (27 Desa, 2 Kelurahan), Kunduran (25 Desa), dan Kecamatan Todanan (25 Desa) mendapatkan Rp. 15 Milyar. 

Kemudian untuk Kecamatan yang memiliki cakupan Desa terbanyak kedua yaitu Jepon (20 Desa) Banjarejo (20 Desa) Kecamatan Japah (18 Desa) Kedungtuban (17 Desa), Blora (16 Desa), Tunjungan (15 Desa), Bogorejo (14 Kecamatan), mendapatkan Rp. 10 Milyar. Sisanya adalah Kecamatan Jiken, Sambong, Cepu, Kradenan, Randublatung, dan Jati yang memiliki 11 - 10 Desa cakupan wilayahnya mendapatkan anggaran dari DBH Migas, masing - masing Rp. 5 Milyar.

Dari simulasi tersebut, bisa terukur bahwa hasil dari DBH Migas kita, setidaknya setengah atau sepertiganya bisa dirasakan sepenuhnya oleh rakyat, melalui pembiayaan proyek padat karya. Sehingga benar - benar menjadi anugerah untuk masyarakat Blora. Ini adalah sebagian kecil ide dan sumbangsih pemikiran kami dari media Monitor Ekonomi, untuk policy selanjutnya, kita serahkan kepada seluruh pemangku kebijakan di Blora. (Rome)
 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar