IKLAN




 

Awas Pemburu Rente Utang Daerah

Infografis ruas jalan Kabupaten Blora

"Pengelolaan utang daerah dibutuhkan kehati - hatian dan kecermatan, agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, dan menjadi sorotan KPK"

Penawaran Utang Daerah

BLORA, ME - Wacana Pemerintah Kabupaten Blora untuk membiayai pembangunan infrastruktur jalan yang rusak parah, dengan jalan berutang, memang termasuk lompatan kebijakan yang kreatif dan berani, meskipun sudah barang tentu akan menuai pro dan kontra. Namun perlu diuji argumen dari masing - masing alasan tersebut.

Dua lembaga keuangan telah memaparkan skema utangnya kepada Pemkab Blora dan Pimpinan Dewan, tawaran yang pertama dari PT Bank Jateng, yang menawarkan utang sebesar Rp. 300 Milyar, dengan tenor 3 tahun, bunganya 8%. Dan langsung mendapat penolakan dari Pimpinan DPRD Blora, karena bunganya ketinggian, dan meminta untuk mencari perbandingan dari lembaga keuangan lain. Seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang diwacanakan oleh Siswanto.

Jajaki PT SMI (Persero)

Mendapatkan masukan dari Wakil Ketua DPRD, meskipun secara kelembagaan Dewan belum pernah dibahas terkait detail dan skema utang ini, Siswanto pun dengan senang hati mengantarkan jajaran Eksekutif Pemerintah Kabupaten Blora, yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah, Komang Gede Irawadi, untuk berkunjung ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang infonya dari Siswanto adalah termasuk salah satu Badan Usaha Milik Negara.

Singkat kata jajaran Eksekutif Pemerintah Kabupaten Blora telah mendapatkan paparan terkait skema hutang tersebut, dengan rincian, PT SMI (Persero) akan memberikan hutang sebesar Rp. 400 Milyar, dengan tenor 3 - 8 tahun, dengan beban bunga 5,3% per tiga tahun, sedangkan kalau sampai 8 tahun bunganya hanya 6%, jauh lebih kecil dari tawaran sebelumnya, dari Bank Jateng.

Argumentasi Pro Kontra

Beberapa kalangan menilai bahwa utang itu dibutuhkan untuk membangun lebih dari 600 kilometer jalan kita yang rusak parah. Sedangkan postur APBD yang sebesar Rp. 2,1 Trilyun, lebih dari 45% untuk belanja pegawai dan belanja rutin, sisanya adalah untuk belanja modal, yang terbagi ke seluruh OPD, jelas postur fiskal tersebut tidak mampu membiayainya, apalagi ada refocusing dan rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid 19, yang totalnya mencapai Rp. 100 Milyar. Opsi utang layak dipertimbangkan.

Sementara yang kontra, seperti yang disampaikan oleh Seno Margo Utomo, yang juga mantan Anggota DPRD Blora dari PKS, menolak dengan keras, wacana utang tersebut, dengan pertimbangan dan perhitungan yang bisa dilogika, akan membebani rakyat dan generasi yang akan datang. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Migas, layak diperjuangkan, yaitu dengan melakukan Judicial Review Dana Bagi Hasil Migas ke Mahkamah Konstitusi, di samping itu, PAD dari DBH Participating Interrest Blok Cepu, yang tahun ini mencapai Rp. 60 Milyar, mestinya bisa menjadi solusi, tanpa harus hutang ke manapun.

Pengamanan Utang Daerah

Di sisi lain, lepas dari pro dan kontra pertimbangan hukum, untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan praktek pemburu rente juga harus dipertimbangkan. Disparitas suku bunga utang daerah yang hanya 5,3 %, jauh di bawah suku bunga dasar kredit (SBDK) Perbankan yang rata - rata masih 9,07%, memang bisa menjadi solusi. Akan tetapi, perhitungan harga satuan proyek, bisa menjadi malapetaka, bila tidak diaudit dengan baik.

Praktisi hukum, Sugiyarto, SH, MH mengatakan perlu hati - hati dengan "Jebakan Batman" ini, faktor keamanan dan kesesuaian harus diperhitungkan, susun regulasi yang ketat dulu, jangan sampai justru menjadi ajang pemburu rente yang masuk dari rendahnya disparitas suku bunga ini, karena jelas dan pasti utang daerah akan mendapatkan sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, jadi harus hati - hati. Mungkin sebaiknya Pemkab Blora menggali potensi - potensi yang ada di Blora, dan mencari terobosan - terobosan dari Pemerintah Pusat, yang juga menggalakkan program Pemulihan Ekonomi Nasional. Pembangunan dijalankan saja sesuai keuangan Daerah, hingga akhir jabatan, yang penting fokus, penyelesaian daerah - daerah tertinggal. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar