IKLAN




 

Jadikan Desa Ujung Tombak Cegah Covid 19

Masker
Blora Masih "Zero"
Patut disyukuri wilayah Kabupaten Blora, sampai hari ini, masih "zero" alias nol, meskipun banyak yang meragukan akurasi metode pemeriksaan dan penanganannya. Namun, setidaknya para kritikus juga belum bisa memberikan jawaban yang pasti, bagaimana metodologinya.

Komparasi jumlah pemudik dari daerah
Blora Zero  
pandemik Covid 19, yang mencapai 16.000 jiwa, namun dalam laporan Gugus Tugas yang terpampang di Sekretariatnya, jumlah Orang Dalam Pengawasan (ODP) hanya 500 an, tidak sebanding dengan jumlah pemudik yang juga telah menjalani pemeriksaan saat mau masuk wilayah Kabupaten Blora, yang mencapai sekitar 16.000 orang. Dan hebatnya Blora masih berstatus "Zero".

Pemudik Di Desa
Melihat situasi itu, bisa dipastikan Pemerintah Desa atau Kepala Desa, sebagai penerima terakhir, warganya yang dari perantauan, akan merasa cemas dan bertanya - tanya, apakah metodologi pemeriksaan dari Dinkes atau Tim Gugus Tugas sudah tepat? Sementara situasi warga di desa penuh dengan kecurigaan, ditambah pemudik yang tidak mau menjalankan protokol kesehatan, yaitu isolasi diri di rumah masing - masing selama 14 hari, sejak kedatangannya.

Pertanyaannya sekarang, apakah Pemerintah Desa mampu bertindak represif dan tegas kepada warganya yang baru datang dari rantau?. Bisa dipastikan, tidak mungkin mampu, yang terjadi mereka bebas berkeliaran, ke warung - warung, belanja dan nongkrong - nongkrong ke kota, mengingat Blora juga masih lunak, dalam menjalankan protokol tersebut diatas.

Masker untuk rakyat
Masker Untuk Warga
Lalu bagaimana jalan keluarnya, Pemerintah Kabupaten harus bergerak cepat, sebelum ledakan pemudik, tidak dapat ditanggulangi lagi. Desa - desa harus sudah diamankan, dengan pelaksanaan protokol yang lebih tegas, bahkan bilamana perlu disertai sangsi. Kemudian dipersiapkan alat pelindung diri untuk masing - masing warga, yaitu masker kain dan tempat cuci tangan komplit dengan sabun. Yang paling urgen adalah masker.

Sejuta Masker Kain
Mengapa harus masker, yang harus diprioritaskan? Masker adalah benteng terakhir, selain upaya penyemprotan cairan disinfektan. Cuci tangan dan isolasi diri, dengan berdiam di rumah. Sesuai dengan perilaku sosial kita, yang tidak mungkin bisa disiplin, untuk diam di rumah, apalagi karena urusan ekonomi keluarga, bagi mereka yang bekerja di sektor informal, kerja untuk makan sehari, jelas urusan perut adalah utama.

Sejuta masker, itu terinspirasi dari gagasan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yaitu mencanangkan 35 juta masker kain, untuk warga se Propinsi Jawa Tengah, yang tentunya akan didelegasikan kepada 35 Pemkab dan Pemkot yang ada. Dan ini masuk akal, disamping penanganan Covid 19, pembangunan ekonomi usaha mikro kecil dan menengah, yaitu para penjahit, beserta crewnya bisa mendapatkan berkahnya, meskipun sedikit, sekedar untuk bertahan, hingga Covid ini berakhir. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar