Konflik Pemilu 2024
BLORA, ME - Sistem pengampuan suara atau yang dikenal dengan sistem komandante, yang semula menjadi acuan dalam penentuan calon legislator terpilih di Daerah Pemilihan Jawa Tengah, rupanya menimbulkan konflik di internal Partai Banteng Mencereng, alias Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), bahkan berujung pada gugatan hasil Pemilu oleh para Calon Legislatif kepada para Pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP di Jawa Tengah peraih suara terbanyak yang gagal duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Sebelumnya para caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak, diinformasikan tidak dapat dilantik, karena adanya sistem pengampuan atau komandante, hal itu tentu saja memantik kontroversi di kalangan kader banteng itu sendiri, termasuk juga di Pemilu Legislatif DPRD Kabupaten Blora, atau lebih tepatnya yang terjadi Daerah Pemilihan Blora 5, yang meliputi Kecamatan Banjarejo, Ngawen dan Tunjungan. Mantan Kepala Desa Sendangwungu, Indra Eko Sulistiyono alias Yong yang meraih suara terbanyak dibanding koleganya, digagalkan oleh sistem komandante, meski meraih suara 4800 an lebih.
Ironisnya menurut rumor, Yong akan digantikan posisinya oleh peraih suara terbanyak ketiga, yang merupakan Dewan incumbent sebelumnya, dengan raihan suara hanya 2000 an lebih suara, artinya terpaut sangat jauh dari peraih terbanyak pertama maupun kedua, atas nama Samdani yang meraih 4600 an suara. Merasa diperlakukan tidak adil, Yong bergabung dengan Dewan - Dewan gagal se Jawa Tengah mengajukan gugatan ke DPP PDIP.
Turun Surat DPP
Jelang pelantikan anggota DPRD Kabupaten Blora yang dijadwalkan pada tanggal 27 Agustus 2024 ini, tiba - tiba DPP PDIP mengeluarkan surat yang berisi penetapan calon terpilih berdasarkan raihan suara terbanyak dari masing - masing calon, sesuai dengan ketentuan Komisi Pemilihan Umum, pasal 422 Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum, dan Ketentuan Pasal 41 ayat 2, tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 tahun 2024, terkait penetapan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan peringkat suara terbanyak dari masing - masing calon.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua DPP, Komarudin Watubun, dan Sekretaris Jenderal, Hasto Kristianto, dan telah ditembuskan kepada KPU RI, KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota dan juga Bawaslu dari Pusat hingga Daerah untuk dapat ditindaklanjuti. Saat Monitor meminta konfirmasi kepada Ketua DPC PDIP Kabupaten Blora, HM Dasum dan Indra Eko Sulistiyono, alias Yong, sejak semalam, namun hingga berita ini diunggah tidak mendapatkan konfirmasi.
Di tempat terpisah, Pengamat Sosial dan Politik Blora, Kurnia Adi menyampaikan bahwa DPP PDIP telah mempelajari dampak dari sistem.yang berlaku di Jawa Tengah itu merugikan dalam Pilkada ke depan.
"Dengan turunnya surat ini, bisa dipastikan penetapan caleg terpilih yang semula dengan sistem pengampuan atau komandante tidak dibenarkan baik secara Undang - Undang Pemilu maupun Peraturan KPU yang terbaru, karena berdasarkan suara terbanyak, dan langkah ini dilaksanakan oleh DPP PDIP, untuk meredam gejolak di internal partainya. Disamping itu untuk mengantisipasi boikot suara dari kader - kader potensialnya, yang bisa menyebabkan kekalahan calon - calon yang diusung oleh PDIP." ujarnya kepada Monitor Ekonomi. (Rome)
0 Komentar