IKLAN


 

BUMDes vs Kopdes Merah Putih: Harus Bertarung atau Bergabung? Oleh: Dwi Giatno

Kegiaran Bumdes Sonokidul Mandiri, Kecamatan Kunduran

Koperasi Merah Putih
BLORA, ME - Sejak kemunculan program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih lewat Inpres Nomor 2 Tahun 2022, desa-desa mulai dihadapkan pada dilema: Apakah harus memilih antara koperasi atau tetap fokus mengembangkan BUMDes? Haruskah keduanya bersaing? Atau justru bisa disatukan?

Pertanyaan ini muncul karena Kopdes hadir dengan sistem digital, jaringan distribusi nasional, dan dukungan Pemerintah Pusat. Sementara BUMDes sudah lebih dulu menjadi wadah usaha desa, didorong sejak UU Desa tahun 2014 dan diperkuat dengan PP Nomor 11 Tahun 2021.

Tak sedikit desa yang akhirnya bingung: apakah boleh BUMDes membentuk koperasi? Atau sebaliknya, BUMDes masuk menjadi bagian dari Kopdes? Apakah Kopdes akan menggantikan BUMDes? Atau malah terjadi tumpang tindih kelembagaan?

                      Penulis Dwi Giatno

Peluang Regulasi Bumdes
Meski tidak disebut eksplisit, regulasi sebenarnya membuka ruang bagi BUMDes untuk membentuk koperasi. Dalam Pasal 14 ayat (2) PP 11/2021, dinyatakan bahwa unit usaha BUMDes dapat berbentuk badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Badan hukum itu bisa PT, CV, atau Koperasi. Iya, koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum sah di Indonesia menurut UU Nomor 25 Tahun 1992.

Artinya, BUMDes tidak hanya boleh membentuk koperasi, tetapi juga bisa bermitra atau bergabung dengan koperasi yang sudah ada—termasuk Kopdes Merah Putih—sepanjang sesuai prinsip legalitas dan tata kelola yang baik.

Mungkinkah Saling Menguatkan
BUMDes memiliki kekuatan legal sebagai entitas milik desa. Sementara Kopdes Merah Putih menawarkan teknologi dan jaringan bisnis yang lebih luas dan merupakan entitas milik warga desa sebagai anggota. Kalau bisa disatukan, keduanya bisa saling melengkapi, bukan saling menggantikan.

Contohnya, BUMDes bisa menjadi pemegang saham atau inisiator dalam pendirian Kopdes. Atau Kopdes dijadikan sebagai unit usaha BUMDes yang bergerak di bidang distribusi, logistik, atau pemasaran produk lokal. Bahkan, Kopdes bisa dikelola melalui BUMDes Bersama antar-desa yang memiliki visi dan usaha sejenis.

Dengan begitu, desa tidak perlu memulai dari nol, tidak pula harus meniadakan kelembagaan yang sudah ada. Yang penting adalah niat baik untuk membangun ekonomi desa bersama.

Butuh Kejelasan, Bukan Kebingungan
Saat ini, banyak desa tertarik dengan program Kopdes Merah Putih, tetapi ragu karena belum ada petunjuk teknis yang jelas mengenai posisi koperasi dalam struktur usaha BUMDes. Di sisi lain, banyak pula yang terlalu terburu-buru membentuk kelembagaan baru tanpa pertimbangan matang. Bahkan, mungkin tidak sedikit yang "terpaksa" mengikuti arus asal membentuk kopdes.

Hal ini menunjukkan satu hal: desa tidak boleh dibiarkan menafsiri sendiri kebijakan dari pusat. Pemerintah daerah, khususnya Dinas PMD atau Dinkop UKM, perlu aktif menjembatani dan memberi arahan, agar potensi kolaborasi ini tidak berubah jadi tumpang tindih.

BUMDes dan Kopdes Merah Putih sama-sama lahir dari semangat memperkuat ekonomi desa. Jika ada perbedaan sistem atau bentuk hukum, bukan berarti tidak bisa disatukan. Justru dari perbedaan itulah bisa lahir kekuatan baru, asal diarahkan untuk kepentingan masyarakat desa.

Karena pada akhirnya, yang ingin dicapai pun sama: desa yang mandiri, sejahtera, dan punya posisi tawar dalam kancah ekonomi nasional.

---
_Penulis adalah Ketua Umum Pengurus Cabang IKA-PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora_

Posting Komentar

0 Komentar