IKLAN


 

Saran Edy Wuryanto Nihilkan Anak Putus Sekolah Di Blora

.       DR. H. Edi Wuryanto, SKP, M.Kep.

"Anggota Komisi 9 DPR RI Dapil Jateng 3, yang kini terpilih kembali dari dapil yang sama, Edy Wuryanto turut berpendapat melalui rilisnya yang bertajuk : Anak di Kabupaten Blora Harus Tetap Bersekolah”

Potret Pendidikan Bangsa
Jakarta, ME - Meningkatnya jumlah siswa putus sekolah di Indonesia menjadi permasalahan serius mengingat saat ini masyarakat global, termasuk Indonesia, sedang memprioritaskan pembangunan perkelanjutan (SDGs), yang dalam tujuan keempat dari 17 tujuan SDG’s, adalah pendidikan yang berkualitas dengan menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua orang. 

Menurut Anggota Komisi 9 DPR RI dari PDIP ini mengungkapkan gambaran tentang kualitas Pendidikan yang inklusif dan merata, artinya meningkatkan kesempatan belajar untuk semua kalangan. Secara umum di Indonesia, jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023.

Angka Putus Sekolah (APS) secara Nasional di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang. APS di tingkat Sekolah Dasar (SD) masih mendominasi.

Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbudristek dalam Statistik dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender menunjukkan, jumlah APS laki-laki lebih besar daripada perempuan. Perbandingan jumlah siswa laki-laki yang putus sekolah dibandingkan dengan siswa perempuan mencapai 15,29%.

Faktor Ekonomi Keluarga
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, mayoritas keluarga yaitu 76% menyatakan bahwa penyebab utama anak mereka putus sekolah adalah karena faktor ekonomi, yaitu 67,0% di antaranya menyatakan tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7%) harus mencari nafkah. 

Sementara menurut Bappenas, sebagian besar anak terpaksa putus sekolah, disebabkan oleh kesulitan biaya sekolah (24,87 persen) sehingga mereka juga harus bekerja/membantu mencari nafkah (21,64 persen). Selain masalah ekonomi, terdapat juga alasan sosial budaya yang mengakibatkan siswa menjadi putus sekolah, umumnya terjadi pada siswa Perempuan.

Dalam data terpotret beberapa faktor penyebabnya yaitu pernikahan dini dan menjadi ibu pada usia sekolah (10,07 persen), merasa pendidikan sudah cukup (9,78 persen), dan mengurus rumah tangga (4,49 persen). Tingkat Anak Tidak Sekolah di Blora cukup tinggi. Per tanggal 4 Maret 2024 lalu, data Anak Tidak Sekolah di Kabupaten Blora mencapai 5.758 anak.

Penyegaran Kepala Sekolah
Dengan kondisi tersebut, Edy Wuryanto mengapresiasi upaya penyegaran di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, yang baru saja melakukan pengangkatan dan rotasi 83 Kepala Sekolah SD dan SMP untuk mengurangi jumlah anak tidak sekolah di seluruh Kabupaten Blora, dan diharapkan bisa mencapai targetnya yaitu zero anak putus sekolah di Kabupaten Blora.

Namun demikian, menurut Edy Wuryanto, Politisi PDIP yang aktif mengunjungi konstituennya di Dapilnya, termasuk di Kabupaten Blora, beberapa hal penting yang harus dilakukan secara sistemik, untuk memastikan seluruh anak di Blora tetap bersekolah adalah sebagai berikut:

Pemkab Blora harus membangun sistem pengendalian penanganan anak putus sekolah, yaitu secara berjenjang dari tingkat desa/kelurahan dengan melakukan tracking (pelacakan) yang dilanjutkan dengan proses pendampingan terhadap anak putus sekolah dan berisiko putus sekolah. Untuk upaya ini harus didukung oleh anggaran yang cukup, sehingga terbangun sistem pengendalian anak yang berkualitas dan berkesinambungan.

Selanjutnya para guru harus proaktif berkomunikasi dengan orangtua, dan memberikan literasi tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak, sehingga anak-anak yang tidak sekolah dipastikan kembali bersekolah, dan yang berpotensi putus sekolah tetap bertahan di dalam sistem persekolahan.

Regulasi Undang - Undang
Termasuk juga literasi tentang ketentuan pelarangan adanya pekerja anak. Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang diberlakukan di wilayah Republik Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun. 
Demikian juga dengan batas usia minimal bagi pria dan wanita untuk menikah adalah 19 tahun, sesuai UU Perkawinan. 

Para Kepala Sekolah didorong terus mengawasi dan mengevaluasi peran proaktif guru dalam upaya pengendalian penanganan anak putus sekolah dan pendampingannya. Pelacakan dan Pendataan terhadap anak-anak tersebut harus didukung oleh peran aktif jajaran Pemkab Blora dalam memberikan bantuan pendidikan bagi anak dari keluarga tidak mampu.

Tidak hanya biaya pendidikan tetapi juga kebutuhan peralatan dan pendukung aktivitas sekolah lainnya. Kehadiran Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kabupaten Blora harus didukung oleh Program Kartu Blora Pintar (KBP) untuk memastikan seluruh anak dari keluarga tidak mampu di Blora benar-benar mendapatkan bantuan pendidikan dari Pemerintah. (Edw/me)

Posting Komentar

0 Komentar