IKLAN


 

MATINYA IDEALISME POLITIK Bambang Sadono

.                  Bambang Sadono

Sejarah Bangsa
Filsuf sekaligus sejarawan asal Prancis, Ernest Renan, mendefinisikan kelahiran sebuah bangsa sebagai kehendak untuk bersatu dan bernegara. Kehendak bersatu itu muncul karena pengalaman yang sama di masa lalu, dan kesamaan cita cita di masa depan.

Pengalaman, perjuangan, atau penderitaan di masa lalu dan cita cita untuk hidup lebih baik di masa depan, itulah yang kemudian dirumuskan sebagai idealisme. Maka lahirlah berbagai idealisme politik, antara lain nasionalisme, yang menghasilkan banyak negara merdeka. 

Idealisme dengan berbagai variasinya, itulah yang kemudian menggerakkan berbagai motivasi dan semangat untuk berpolitik. Politik merupakan aktivitas untuk mengelola organisasi, terutama negara, yang menjadi sarana untuk mencapai cita cita di masa depan.

Lahirlah berbagai model pemerintahan, sesuai dengan idealismenya masing masing. Lahirlah berbagai institusi kenegaraan atau pemerintahan, dengan segala fungsi, dan mekanisme interrelasinya. Dalam manajemen politik modern, lahirlah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dengan segala model dan dinamikanya. 

Baik buruk dan manfaat sebuah negara atau pemerintahan, sering tidak berbanding lurus dengan tingkat demokrasi atau otoriternya sebuah model politik yang dipilih. Sering lebih banyak bergantung pada kualitas mereka yang menduduki dan menjalankan lembaga lembaga politik yang ada tersebut.

Tanpa Idealisme
Mungkinkah politik tanpa idealisme ? Secara teori tidak mungkin, karena jika tanpa idealisme menjadi tidak jelas apa yang akan dituju. Negara menjadi tanpa panduan, pemerintahan berjalan semau maunya. Namun dalam praktek, idealisme sering dikesampingkan. 

Orang berpolitik berdasar kemauan,  kemampuan, serta kepentingan masing-masing. Lahirlah pragmatism politik.
Praktek politik selalu dikaitkan dengan tujuan dan cara. Jika tujuan tidak dirumuskan dengan baik, akan sulit untuk mencapainya. Namun tujuan yang baik, dicapai dengan cara yang salah, hasilnya pasti tidak akan sempurna. Bahkan bisa kontraproduktif.

Niccolò Machiavelli, diplomat, politisi Italia yang juga seorang filsuf, sangat dikenal dengan teorinya yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik.  Inilah yang kemudian melahirkan praktek politik yang tidak berbasis pada etika dan moral, yang biasanya telah dirumuskan sebagai konstitusi, dan diterjemahkan dalam berbagai undang undang dan peraturan.

Etika dan moral yang diabaikan, idealisme yang telah mati, kemudian melahirkan dinamika yang sarat dengan penggunaan kekuasaan, uang, oligarki, nepotisme, dan sebagainya. Tujuan berpolitik, mengurus negara, dan menjalankan pemerintahan yang baik menjadi terlupakan.

Kepentingan golongan, kelompok, bahkan pribadi menjadi sangat menonjol. Matinya idealisme politik melahirkan koalisi pragmatis, jual beli jabatan, jual beli suara, politik mahar, politik uang, korupsi, kolusi, nepotisme, dan sebagainya.

Abai Pendidikan Politik
Matinya idealisme politik, karena hilangnya pendidikan politik dan langkanya keteladanan individu maupun lembaga. Partai yang merupakan jangkar pendidikan politik, terkesan tidak maksimal untuk menjalankan fungsinya. Lebih menyukai cara - cara instan dan pragmatis, daripada melahirkan kader kader yang handal dari segi ideologi, ketrampilan secara profesional, menguasai manajemen organisasi dan kepemimpinan, dengan standar moralitas yang terjaga.

Lebih menyukai calon pemimpin termasuk dalam merekrut calon pemimpin pemerintahan, yang mempunyai modal finansial cukup, dan didukung jaringan kekuasaan, jaringan bisnis, yang pada akhirnya bisa menjadi beban yang menekan.

Pertanyaan mempunyai modal berapa lebih sering muncul, daripada pengecekan kesiapan sebagai seorang pemimpin yang mengetahui persis misi bernegara, dan kemampuan manajerial untuk mengelola institusi yang akan dipercayakan kepadanya.

Bahkan, sering para pemimpin politik tidak malu - malu membicarakan, jumlah modal yang diperoleh dari para sponsor untuk mendapatkan jabatannya. Perilaku yang tidak memberi teladan mengenai karakter dan moralitas pemimpin yang ideal. Sekaligus menciutkan nyali generasi penerus yang tidak bisa memperoleh dukungan finansial seperti yang dicontohkan. Atau mereka yang memang ingin berpolitik secara ideal, dengan mengedepankan idealisme. 

Semua ini, merupakan tantangan besar dan berat ke depan. Namun tetap harus ada yang berada di jalan lurus politik ini, walaupun pasarnya sempit dan peminatnya sedikit. 
Mampukah Indonesia Emas menyisakan calon calon pemimpin yang masih bermodalkan idealisme seperti yang dicontohkan para pendiri bangsa dulu. Pasti ada, dan harus bisa.

Bambang Sadono, mantan anggota DPR RI, DPD RI, dan Pimpinan DPRD Jawa Tengah.

Posting Komentar

0 Komentar