Suhu Politik Pilpres
BLORA, ME - Makin dekat pendaftaran Pemilihan Umum serentak 2024, makin memanaskan suhu politik nasional, terutama di Pemilihan Calon Wakil Presiden, setelah tiga kandidat Calon Presiden dideklarasikan masing - masing partai pengusungnya. Pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, menjadi Capres dan Cawapres yang sudah fix maju mendaftarkan dirinya ke KPU Pusat, bersama tiga partai pengusung utamanya, yaitu Partai Nasdem, PKB dan PKS, dengan mengusung jargon koalisi perubahan. Sementara dua kandidat yang lain, yaitu Prabowo Subianto, yang diusung oleh Gerindra, Golkar, PAN, PBB dan belakangan ikut bergabung adalah Demokrat, yang sebelumnya masuk dalam koalisi perubahan, sementara PKB juga baru hengkang dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), untuk menerima pinangan menjadi Cawapres mendampingi Anies Baswedan, dinamika politik memang sangat cepat dan panas. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, nampak jelas prosesnya terjadi.
Selain gonta ganti partai koalisi, otak atik memilih bakal calon Wakil Presiden pun tidak kalah panasnya untuk dimainkan, bahkan hingga diupayakan oleh sejumlah kelompok, dengan mengajukan judicial review terkait batas usia minimal 40 tahun menjadi usia 35 tahun, untuk menggaet Cawapres yang diinginkan. Tak pelak, nama Gibran Rakabuming Raka, yang nota bene adalah anak sulung dari Presiden Jokowi, menjadi bahan perbincangan baik yang pro maupun yang kontra.
Pro Kontra Gibran
Yang mendukung adalah mereka yang ingin mencalonkan Walikota Solo ini, untuk menjadi Cawapres pendamping Prabowo Subianto, yang rame - rame dan sangat masif disuarakan oleh kubu Prabowo 08, melalui penyebaran baliho, cetak kaos dan pertemuan - pertemuan para polisi Gerindra dan Tim Suksesnya. Pilihan menggandeng Gibran menurut mereka adalah pilihan yang strategis, untuk meraih suara relawan pro Jokowi, yang telah dimenangkan dalam dua periode.
Sementara yang kontra, pun memiliki alasan yang kuat, karena Presiden Jokowi dan Gibran adalah kader partai dari Banteng Mencereng alias PDIP, yang mana telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo untuk menjadi Calon Presiden berikutnya, dan aturan PDIP adalah seluruh Pengurus dan Kader harus tegak lurus menjalankan dan mengawal instruksi langsung dari Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri.
Di sinilah batu ujian yang harus dilewati oleh Presiden Jokowi dan Mas Gibran, panggilan akrab Walikota Solo, yang oleh politisi senior, Panda Nababan disebutnya "Anak Kemarin Sore". Upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi, terkait penurunan umur syarat untuk mendaftar sebagai Capres dan Cawapres, dicurigai oleh sejumlah pihak sebagai upaya untuk mewujudkan politik dinasti pasca berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi di 2024 nanti.
Namun sebaliknya di sisi Tim Prabowo 08, trah Jokowi masih menjanjikan untuk mengantarnya sebagai pemenang Pilpres 2024 nanti, apabila bisa berpasangan dengan Mas Gibran, mengingat kesuksesannya dalam menjabat sebagai Walikota Solo, tapi apakah itu disetujui oleh Presiden Jokowi? Dan apakah Gibran bersedia dipinang menjadi pendamping Prabowo? Tidak ada yang tahu atau menjamin kepastiannya. Selain menunggu keputusan para Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidangnya.
Gibran Tidak Salah
Apapun yang terjadi nanti, mas Gibran tidak salah, dirinya diseret dalam pusaran perebutan kekuasaan nasional, bukan tanpa sebab, bila tidak ada prestasi yang menonjol saat memimpin Kota Solo, sebagai sosok muda milenial, seperti Bapaknya, yang juga dua periode memimpin Solo, Mas Gibran terbilang sukses, dan menorehkan prestasi gemilang, baik di tingkat nasional maupun internasional, yang ditunjukkan banyaknya kerjasama internasional terutama dari Uni Emirat Arab yang masuk di Solo.
Lalu di kalangan politisi, rekam jejaknya sebagai kader yang loyal di PDIP terpotret dengan baik, sebagai pribadi yang taat pada aturan partai, yang telah berhasil memenangkan dan membesarkannya, Gibran memiliki karakter yang sopan dan kuat dalam menghadapi tekanan. Maka sudah wajar, kalau Prabowo pun terpikat untuk meminangnya menjadi Cawapres. Semua kembali kepada Gibran, dan Presiden Jokowi tentunya.
Lalu bagaimana dengan partai pengusung Prabowo, apakah sudah benar - benar tulus ikhlas untuk memenangkan pasangan Prabowo - Gibran nantinya. Wallahualam. Sekali lagi politik itu dinamis, perubahan bisa sangat cepat, secepat Mahfud MD yang gagal jadi Cawapres Jokowi pada pilpres yang lalu, yang saat ini digadang - gadang jadi pasangan Ganjar Pranowo, haruskah Mahfud kena prank lagi? Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, selain kepentingan. Gibran tidak salah, mau menolak atau menerima, sepanjang tidak melanggar Undang - Undang atau konstitusi kita yang sah. (Rome)
0 Komentar