IKLAN




 

Konflik Masih Terjadi, Pemkab Kenapa Cuek Saja?

Penyerahan SK Pengelolaan Perhutanan Sosial KHDPK oleh Presiden Jokowi kepada perwakilan dari 16.300 Petani Hutan di Blora (Jumat, 10/3/2023)

"Peran pendampingan Pemkab di bawah kepemimpinan Arief - Etik untuk melaksanakan Marwah dan Arahan  Presiden Jokowi terkait pengelolaan Perhutanan Sosial KHDPK dipertanyakan"

Pemkab Blora Cuek
Blora, ME - Pemerintahan Arief - Etik dinilai cuek dalam menyikapi potensi konflik yang terus terjadi antara dua pihak, yaitu Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan, meskipun telah diserahkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait Pengelolaan Perhutanan Sosial melalui program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Hal itu tergambar dengan belum adanya upaya konsolidasi dan koordinasi antara Kelompok Tani Hutan dengan pihak Perum Perhutani se Blora Raya, yang nota bene Pemkab Blora punya kewenangan untuk turut mendampingi para petani tersebut, mengingat mereka adalah warga negara Indonesia, dan warga Kabupaten Blora pada khususnya.

Banyak pengamat kebijakan publik di Blora menyayangkan kondisi tersebut, meskipun secara fakta, para petani hutan tersebut telah mendapatkan haknya secara legal dan diserahkan langsung oleh Presiden Jokowi, selaku Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang semestinya harus dijaga Marwah keputusan dan kebijakannya, oleh Pemerintahan yang ada di bawahnya, yaitu Pemerintah Kabupaten Blora termasuk juga Perum Perhutani se Blora Raya ini.

Pendamping KTH di Blora, Tejo Prabowo menyoroti dengan tajam, masih adanya upaya - upaya intimidasi oleh Petugas Perum Perhutani dan Anggota Kepolisian Resort Blora kepada para Anggota Kelompok Tani Hutan yang berupaya melaksanakan perintah langsung Presiden Jokowi, untuk segera menggarap lahannya, pasca penerimaan SK Pengelolaan Perhutanan Sosial yang ditandatangani langsung oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar.

"Mereka tidak seharusnya bertindak seperti preman jalanan, yang berusaha mengintimidasi para petani hutan, harusnya mereka menjalankan aturan yang benar, wong punya kantor dan seragam, terbitkan surat larangan pelaksanaan pembukaan lahan KHDPK oleh Petani Hutan, tertuju kepada Ketua KTH masing - masing, tembuskan ke Kementerian LHK, sertai alasan yang jelas kenapa dilarang, jangan main larang - larang secara lisan di petani kita," ungkap Jojok, panggilan akrab Aktifis LSM ini.

Politcal Will Buruk
Selain itu, Jojok juga mengkritik tidak adanya Politcal Will yang mendukung atau mendampingi para petani hutan dari Pemerintah Kabupaten Blora dan Propinsi Jawa Tengah, satu bulan pasca penyerahan SK Pengelolaan Perhutanan Sosial KHDPK tersebut, yang ada hanyalah pembiaran terhadap potensi konflik yang terjadi di lapangan antara petani hutan dengan Mantri, Sinder dan bahkan Kepolisian yang berupaya menghentikan pembukaan lahan membersihkan semak belukar, tanpa memotong tegakan kayu jati yang ada, untuk segera ditanami komoditas pangan.

"Terus terang kita ini berasa auto pilot, berjuang sendiri, dari awal hingga akhir, ini adalah murni kekuatan rakyat kecil, yang oleh Pemerintah Pusat diberikan hak kelola atas hutan negara ini, untuk kesejahteraan para petani hutan yang hampir 80 % berada dalam kondisi miskin ekstrem, para pesanggem ini sekali lagi hanya diperas tenaganya, meskipun diberikan lahan dengan sistem sewa, yang nggak jelas dasar aturannya, sementara pihak Perhutani justru diduga melakukan pencurian kayu sendiri, dari hutan yang semestinya mereka jaga, pada kenyataannya tegakan yang kami terima hanya 10%, 5% bahkan gundul sama sekali, jadi jangan dibalik, KHDPK yang dituduh menyebabkan hutan gundul, itu tidak benar, justru kami yang akan meningkatkan tegakan itu menjadi 20% - 50% secara bertahap!" tandasnya.

Aktifis Pendamping dari Perkumpulan Rejo Semut Ireng ini juga mengkritik upaya dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh jajaran Pemkab Blora, melalui kunjungan kerja di luar daerah, menurutnya itu kegiatan yang tidak ada gunanya dan hanya menghabiskan anggaran saja, dan kegiatan itu justru mempermalukan masyarakat Kabupaten Blora dan Pemerintahan itu sendiri, karena dianggap tidak punya inisiatif dan inovasi dalam penanggulangan kemiskinan.

"Saya heran, untuk apa kita bangga kunker atau studi banding pengelolaan pengentasan kemiskinan keluar daerah, sementara solusinya ada di depan mata, yaitu peningkatan kapasitas para petani hutan kita, mestinya diajak bicara, dibuatkan master plan terkait rencana usaha Perhutanan Sosial, dan diberikan anggaran untuk meningkatkan akses infrastruktur jalan produksi dan modal kerja pengelolaan agro forestry misalnya, dan banyak sekali Politcal Will yang bisa dilakukan oleh Pemkab Blora bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora, kita menunggu keberpihakan Pemkab Blora kepada rakyatnya sendiri, bukan pembiaran seperti ini, ingat kita punya belasan ribu anggota, yang bisa dengan mudah kita gerakkan atas dasar solidaritas bersama," tandas Jojok. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar