IKLAN


 

Penegakan Hukum Dalam Tinjauan Akademik, Oleh: Dr. Budiyono


Dr. Budiyono (tengah), saat menjadi narasumber podcast bedah kasus Perades di Blora yang diselenggarakan oleh Forum Pemred Media Blora

Landasan Teoritis Hukum
Surakarta, ME - Kita sadari bahwa penegakan hukum di Indonesia, pada umumnya banyak hal-hal yang masih perlu dicermati, karena masih banyak praktek-praktek peradilan yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, hal ini disebabkan para aparat penegak hukumnya, diduga masih belum menyadari sepenuhnya, akan tujuan dari penegakan hukum itu sendiri. Untuk itu, perlu mengemukakan landasan teoritis, yang disampaikan oleh beberapa Ahli Hukum, antara lain Lawrence M. Friedman, yang berpendapat bahwa :

Tidak ada sistem hukum statis, hukum senantiasa bergerak dan berubah, perubahan hukum yang besar, akan mengikuti dan bergantung pada perubahan sosial, yang secara teoritis dibedakan 4 tipe perubahan hukum :
Pertama, perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni dari masyarakat, tetapi mempengaruhi hukum saja dan berakhir disana. 

Kedua, perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, dan melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa proses internal tertentu, kemudian sampai titik dampak keluar sistem hukum yaitu masyarakat). Ketiga, perubahan yang berawal dari sistem hukum, dengan menghasilkan dampak di dalam sistem hukum. Dan keempat, perubahan yang berawal dari sistem hukum, kemudian menembus sistem hukum tersebut, dengan dampak akhir diluarnya yakni masyarakat.

Elemen Penegakan Hukum
Masih menurut Lawrence M. Friedman dalam penegakkan hukum ada elemen utama yaitu : 1. Substansi Law, adalah peraturan perundangan yang merupakan elemen nyata, dari elemen sistem hukum yang berlaku disuatu negara, yang dibentuk oleh lembaga legislasi sebagai pembentuk undang-undang. 2. Struktur Law adalah susunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan perundang-undangan, tentang bagaimana institusi harus berperilaku. 

3. Cultural Law adalah mengacu pada bagian-bagian yang ada, pada kultur umum seperti adat-istidat, cara bertindak dan berpikir, yang mengarah pada kekuatan-kekuatan sosial, menuju atau menjauh dari hukum dengan cara-cara tertentu, didalam kultur hukum ada hal-hal yang perlu diketahui, yaitu mengenai tindakan hukum, dampak hukum dan hubungan keduanya, yang pada intinya, kekuatan-kekuatan sosial itulah, yang membentuk hukum, sehingga peraturan perundangan adalah produk dari kekuatan-kekuatan sosial dan hasil dari tekanan warga masyarakat.

Apabila teori Lawrence M. Friedman tersebut, yang merupakan landasan untuk menegakkan hukum, apabila dikaitkan dengan pendapat Profesor Satjipto Raharjo tentang hukum progresif ada benang merah antara pendapat Lawrence M. Friedman dengan pendapat Profesor Satjipto Raharjo dalam menegakkan hukum. Menurut Profesor Satjipto Raharjo mengemukakan, bahwa karena hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya yaitu (manusia untuk hukum, maka hukum dimanfaatkan untuk kepentingan manusia).

Dasar Penegakan Hukum
Profesor Satjipto Raharjo mengatakan bahwa hukum positif bukan suatu yang harus dijadikan dasar menegakkan hukum namun penegakkan hukum harus dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai pusaran utama, yang melaksanakan hukum, atau yang disebut oleh Lawrence M. Friedman, adalah termasuk struktur hukum. Mensitir pendapat L. A Hart, bahwa pandangan utama positifisme adalah, anggapan undang-undang adalah merupakan perintah manusia, anggapan tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral, hal itu menunjukkan penolakan terhadap masuknya unsur moral dalam penegakan hukum.

Namun hal ini berbeda pendapat dengan Profesor Satjipto Raharjo yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, kedalam ranah penegakan hukum, dengan mengedepankan hati nurani, yang merupakan bagian dari pemikiran hukum progresif Profesor Satjipto Raharjo.
Di tengok perjalanan pemikiran hukum progresif Profesor Satjipto Raharjo adalah merupakan sosok yang lahir di Karanganyar, Banyumas, Jawa Tengah, dengan menyelesaikan studi hukumnya di Universitas Indonesia. 

Pada tahun 1972, Profesor Satjipto mengikuti visiting scholar di California University dengan mempelajari atau dengan memperdalam Law and Society. Sebagai insan hukum Profesor Satjipto Raharjo, merupakan sosok yang ingin menekankan pada segi-segi kemanusiaan, dengan mendasarkan hati nurani, untuk menuju pada keadilan masyarakat yang merupakan tujuan dari penegakkan hukum.

Latar Belakang Pemikiran
Latar belakang pemikiran Prof. Satjipto Raharjo tentang hukum progresif, karena suatu gagasan lahir, biasanya dipengaruhi gagasan lain yang berkembang pada waktu itu, atau situasi yang terjadi pada saat itu, yaitu : Pandangan positifisme hukum dan analytical jurisprudence,
Pandangan tentang hukum respontif dari Philippe Nonet dan Philip Selznick, 
Pandangan legal realism (realisme hukum)
Pandangan Sociological jurisprudence
Pandangan Interessem jurisprudence di Jerman. Teori hukum alam, Pandangan Critical Legal Studies, dan Pandangan progresivisme.

Itulah beberapa dasar-dasar yang merupakan landasan pemikiran progresif Prof. Satjipto Raharjo. Dari uraian teori maupun hasil kajian secara akademik, baik yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman dan Prof. Satjipto Raharjo, maka penekanannya pada struktur hukum atau para aparat penegak hukum (APH), dalam penanganan suatu perkara-perkara ataupun kasus-kasus hukum, sehingga dapat disimpulkan, hukum bisa berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat, harus ada pembenahan terhadap para aparat hukum, yang mana perlu merenungi pendapat dari Prof. Satjipto Raharjo.

“Berikan saya seratus undang-undang yang tidak baik, dapat menghasilkan produk hukum berupa putusan hukum, asal dilakukan oleh aparat penegak hukum yang baik"  

(**Dr/me)


Posting Komentar

0 Komentar