IKLAN




 

Teganya, Terpaksa Jual Kambing Untuk Lapangan Sekolah Indoor!

Aktivis dari Forum Blora Sejahtera, Joko Supratno mengunjungi Selamet dan istrinya, yang terpaksa harus menjual kambing untuk membayar sumbangan pembangunan sarana olahraga indoor di SMPN 3 Jiken, meskipun berat namun terpaksa dilunasi 2 kali bayar.

"Pungutan yang menyalahi aturan kembali terjadi, demi untuk membangun sarana olahraga tertutup, siswa miskin yang masuk sebagai penerima kartu Program Indonesia Pintar (PIP) dipungut sebesar Rp. 300.000,- per siswa."

Singgih Hartono
Press Release LSM
BLORA, ME - Ketua LSM Ampera Jawa Tengah, Singgih Hartono dengan didampingi oleh Wakil Ketuanya, Danu Sukoco, menggelar konferensi pers, di kediamannya, Jalan Mr. Iskandar, Jetis, Blora Kota, pada Jumat (30/1/2020). dihadapan media dan aktivis Forum Blora Sejahtera, Singgih membeberkan hasil temuan dari investigasinya, terkait dugaan pungutan yang melanggar aturan, sekaligus memberatkan bagi orang tua siswa.
"Saya ingin menjelaskan kronologisnya, memang benar telah terjadi pungutan sebesar Rp. 300.000,- per anak di SMPN 3 Jiken, untuk membangun lapangan tennis dan olahraga lain indoor, jumlah siswa tersebut adalah 232 murid, dan jumlah penerima kartu PIPnya 127," paparnya mengawali pertemuan tersebut.

Dugaan Pelanggaran
Akibat dari pungutan tersebut, kontan menimbulkan keresahan bagi orang tua dan anak, yang merasa keberatan atas besaran pungutan tersebut. Sehingga viral di media sosial, Ketua Forum Blora Sejahtera, Joko Supratno pun melaporkan temuan tersebut, kepada Singgih Hartono, selaku anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Blora. Mendapat laporan itu, Singgih pun segera bertindak, dengan menggelar rapat internal Dewan Pendidikan Kabupaten Blora, yang baru saja dilantik oleh Bupati itu. Singgih pun membeberkan tindak-lanjut dari laporan tersebut, kepada seluruh Dewan Pendidikan Blora, dan Dinas Pendidikan.
"Memperhatikan adanya laporan dari masyarakat, dan Forum Blora Sejahtera, kemudian saya melakukan investigasi, kami temukan Berita Acara Rapat Pleno Anggota Komite, Kepala Sekolah dan Orang Tua, pada tanggal 29 Juli 2019, yang menyebutkan bagi siswa atau orang tua yang tidak mampu dan mendapatkan kartu PIP, dibebaskan dari sumbangan, tapi nyatanya semua ditarik sumbangan, maka patut diduga adanya pelanggaran" ujarnya.
Kondisi rumah keluarga pasangan Selamet dan Sumarni yang hidup sangat sederhana, dengan pendapatan yang pas - pasan.

Terpaksa Jual Kambing
Menghadapi kenyataan itu, dan karena terus  ditagih oleh guru sekolah, beberapa orang tua merasa keberatan. Namun karena sang anak terus menerus ditagih, dan mengancam tidak mau sekolah, akhirnya orang tua terpaksa menjual kambingnya, seperti yang dialami Selamet, warga Dukuh Tengger, Desa Tempel Lemah Bang, Kecamatan Jepon.
"Nggih pripun malih, genduk ditagih sekolah terus, nggih kulo sade mendo Kulo, kagem mbayar sumbangan lapangan sekolah, padahal arta namung cukup kagem maem mawon," ungkapnya, di rumahnya kumuh, karena bersatu atap dengan ternak kambingnya, hanya ada dua kursi tanpa meja, di atas lantai tanah, dan berdinding seng, atapnya pun bocor disana - sini, sungguh ironis bila mereka harus menyumbang untuk membangun lapangan olahraga indoor yang mewah tersebut. Sementara itu, saat Monitor Ekonomi meminta konfirmasi terkait hal tersebut, dan mengirim foto - foto kepada Kepala Sekolah tersebut, melalui pesan WhatsApp, tidak mendapatkan jawaban, meski pesan telah terbaca. 

Sanksi Harus Tegas
Ketua Forum Blora Sejahtera, Joko Supratno meminta agar Dewan Pendidikan bisa memberikan rekomendasi yang tegas dan jelas, kepada Kepala Sekolah yang melakukan pelanggaran terkait sumbangan yang dipungut kepada orang tua siswa yang tidak mampu.
"Saya minta, Dewan Pendidikan bisa memberikan rekomendasi yang keras, agar tidak terjadi lagi di sekolah - sekolah lain, kalau ini dikembalikan terus selesai, jelas mereka tidak akan kapok, harus ada sanksi yang keras, tegas, pindahkan Kepala Sekolah itu, karena sudah mengganggu proses belajar mengajar, karena ada juga yang terpaksa keluar, tidak sekolah, karena malu tidak bisa membayar, dan yang paling ironis, mereka punya kartu keluarga sejahtera sejak tahun 2016, tapi tidak pernah mendapatkan bantuan sama sekali, inikan aneh?" tandas mantan Anggota DPRD Blora itu.
Singgih Hartono, selaku anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Blora, berjanji akan menyampaikan masukan - masukan dari para aktivis dan masyarakat.
"Nanti akan kami gelar rapat, bersama Disdik Blora, untuk menyikapinya, dan akan kami laporkan hasilnya kepada Bupati Blora," ujarnya kembali. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar