IKLAN




 

Menyibak Kegelisahan Masa Depan Dunia Pers

Praktisi media dari PWI Pusat, Nurjaman Mochtar memberikan sambutan dalam Safari Jurnalistik
Masa Depan Pers
Semarang - ME, Memasuki era revolusi industri 4.0, keberadaan teknologi digital semakin menggerus peran sumber daya manusia. Teknologi kecerdasan buatan ini, cukup membuat resah dan berpengaruh pada pendapatan ekonomi, baik bagi institusi, lembaga keuangan, dunia bisnis maupun masyarakat biasa. Termasuk dunia pers itu sendiri. Banyak media arus utama yang gulung tikar menghadapi perubahan era informasi digital ini, lalu bagaimana dengan masa depan media dan wartawan nantinya," demikian diungkap oleh Ketua PWI Jawa Tengah, Amir Mahmud, saat membuka Safari Jurnalistik 2019, yang diselenggarakan oleh PWI Pusat dan Nestle, di Gedung Pertemuan Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu (24/7/2019).

Transformasi media pers
Platform jurnalistik kini harus berubah, mengikuti perkembangan teknologi itu sendiri, bila tidak ingin tertinggal oleh zaman. Hal itu diungkapkan oleh Nurjaman Mochtar, dari PWI Pusat. Untuk itu, media arus utama harus dan dituntut untuk melakukan transformasi platformnya. Dalam tahapan peradaban, media juga memiliki sejarah sesuai dengan eranya. "Revolusi Industri 1.0, media cetak Koran menjadi pilihan masyarakat untuk sumber informasi, kemudian masuk di 2.0, televisi menjadi primadona, kemudian muncullah era media sosial, google, facebook, WhatsApp, twitter, dan lain sebagainya, itu adalah tahapan Revolusi Industri 3.0, dan kini di Revolusi Industri 4.0, semua aspek tergantikan oleh teknologi kecerdasan buatan, dan ini pun berdampak pada media massa arus utama, baik cetak, televisi dan radio," papar pelaku media televisi senior ini.

Jarak dan peluang sama
Dalam paparannya yang berjudul, " How to start the media business in the era 4.0 ", pelaku senior dunia pertelevisian ini, menyatakan dampak positif dari kemajuan teknologi digital, adalah tidak ada lagi jarak, semua memiliki peluang yang sama.
" Semua tidak perlu harus memiliki Kantor pusat di Jakarta, Surabaya atau di kota - kota besar, bahkan di daerah Papua pun asal ada internet, semua bisa melakukan, inilah hebatnya teknologi digital, everyone is broadcaster, semua orang bisa menjadi jurnalis, hanya melalui smartphone di tangannya," tandasnya.

133% punya HP
Sementara itu, Ahmed Kurnia Soeriajaya, Tenaga Ahli Kementrian Kominfo RI, mengungkapkan bahwa, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 170 juta orang.
" Dari 170 juta pengguna medsos, 133% memakai handphone, 60% berjenis smartphone, ini adalah pasar yang besar bagi dunia digital, oleh karena kita harus bisa memanfaatkan bagaimana mencari uang lewat handphone kita, jangan cuma buat telpon, SMS, atau bikin status dan narsis saja, bagaimana kita bisa bertahan atau bahkan menjadi pemenang di era informasi digital ini, perbanyak fitur - fitur HP anda," ujarnya.

Jaga marwah jurnalis
Meskipun dunia pers harus bertransformasi, jurnalis harus tetap menjaga marwahnya, yaitu kode etik jurnalistik dan Undang - Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, serta Undang - Undang Perlindungan Ramah Anak. Materi tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan Wartawan dari PWI, Hendro Basuki. Pemimpin Redaksi dari Harian Utama Jawa Tengah, yang kelahiran Blora ini.

" Wartawan harus hati - hati dalam menuliskan beritanya, harus sesuai dengan kaidah - kaidah kode etik jurnalistik dan tidak melanggar rambu - rambu yang ada yaitu Undang - Undang yang mengatur, rata - rata inilah yang membuat para calon jurnalis gagal dalam Uji Kompetensi Wartawan," paparnya, dihadapan puluhan wartawan yang mengikuti Safari Jurnalistik 2019, yang di dukung oleh Perusahaan Consumer Food dari Swiss, yaitu Nestle, produsen susu terkemuka di dunia. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar