Kondisi saat rapat Dengar pendapat dengan masyarakat di gedung NU Kelurahan Mlangsen Kab. Blora (Ft. Muji/ME) |
Blora-ME, Pasca berakhirnya masa orde baru, yang diawali dengan kerusuhan politik, terpuruknya ekonomi akibat krisis moneter, dan demonstrasi besar - besaran yang akhirnya berhasil menurunkan Soeharto, sebagai Presiden Republik Indonesia, pada saat itu. Kemudian lahirlah orde reformasi. Orde yang diharapkan membawa perubahan bagi rakyat Indonesia. Namun pada kenyataannya, belum sesuai harapan, dikarenakan tidak ada perencanaan pembangunan yang baik, diungkapkan oleh anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Bambang Sadono, politisi asli dari Blora.
"Pembangunan saat ini bisa dikatakan berjalan tanpa arah yang jelas, karena tidak ada pedomannya, tidak seperti era orde baru, pembangunan bisa berkelanjutan karena ada garis - garis besar haluan negara, ini terjadi karena kewenangan MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN sudah dihapus, akibat dari Amandemen UU Dasar, di masa reformasi ini, hingga 20 Tahun ini kita tidak punya GBHN" paparnya, saat memberikan orasi dalam rapat dengar pendapat dengan masyarakat, di Gedung Nahdlatul Ulama, Jalan Sumodarsono, Blora, pada hari kamis (1/11/2018).
Perumusan Naskah GBHN
Perlu disadari bahwa setiap negara di dunia ini, pasti memiliki haluan dan perencanaan dalam membangun negara dan bangsanya, termasuk Amerika Serikat dan China. Namun sejak reformasi, justru Indonesia membuang GBHN yang merupakan perencanaan dan haluan untuk membangun negara dalam jangka panjang. Akibatnya, pembangunan negara tidak berjalan dengan baik, oleh karena itu muncul gagasan untuk membangkitkan kembali garis - garis besar haluan negara atau GBHN, yang kini tengah digodok naskahnya oleh Panitia Ad Hoc dari Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari 10 fraksi.
" Tujuan Badan Pengkajian MPR melaksanakan rapat dengar pendapat ini, adalah untuk mendengar masukan - masukan dari masyarakat yang nantinya bisa merumuskan naskah haluan negara, yaitu naskah untuk mengembalikan sistem GBHN ini nantinya, jadi ini adalah agenda yang dibiayai secara resmi oleh negara, jadi bukan kampanye," ungkap Anggota DPD RI dari Dapil Jawa Tengah, yang asli dari Jambangan, Desa Sukorejo, Kabupaten Blora, yang telah malang melintang di dunia politik ini.
Dampak Konkret Hilangnya GBHN
Dalam dialog dengan peserta rapat dengar pendapat dengan masyarakat yang bertajuk "Pentingnya Garis - Garis Besar Haluan Negara" beberapa tokoh masyarakat menyampaikan aspirasinya terkait permasalahan negara, seperti yang diungkapkan oleh Anton Sudibyo yang menyampaikan perlunya moratorium impor bahan pangan, seperti beras, jagung, gula dan garam, untuk melindungi petani Indonesia.
" Pemerintah harus melakukan perlindungan bagi petani, dengan moratorium impor produk pangan, karena bisa mengakibatkan harga anjlok, sehingga merugikan" paparnya. Senator yang aktif di dunia jurnalistik ini, menyampaikan apresiasinya atas masukan dari para tokoh penting Blora.
" Masukan dari Blora sangat mewakili isu - isu yang memang menjadi persoalan bangsa kita saat ini, masalah impor pangan ini juga besar
dampaknya, karena perilaku hidup masyarakat kita yang berubah, masyarakat kita adalah konsumen terbesar untuk produk Mie dan roti, yang bahan bakunya bukan dari petani kita, yaitu tepung terigu dan gandum, juga kedelai, bahan baku utama untuk tempe dan tahu kita, harus impor dari Amerika Serikat," ungkapnya.
Kebijakan lain yang menjadi sorotan oleh Bambang Sadono adalah terkait pegawai honorer K2 yang belum tuntas.
" K2 ini dosanya apa ya kok gak segera dituntaskan, padahal mereka sudah bekerja puluhan tahun, tapi masih saja terganjal, ini adalah contoh konkret tidak adanya GBHN," tandasnya. (rome)
0 Komentar