IKLAN




 

Menghitung Nilai Ekonomi Omah Setrum

Noer Chanif, penggagas Omah Setrum Blora
Investasi Pertama Mahal
Blora-ME, Biaya pemasangan instalasi pembangkit listrik hybrid, ternyata cukup mahal, menurut Noer Chanif, untuk yang berdaya 600 watt per jam, menelan biaya Rp. 27,5 Juta, sedangkan untuk yang berdaya 1200 watt per jam mencapai Rp. 32,5 Juta.
" Kalau untuk rumah tangga, jelas kemahalan bila dibandingkan dengan pemasangan listrik konvensional dari PLN, dan penggunaannya terbatas, sesuai dengan dayanya, jadi untuk rumah tangga hanya cukup untuk lampu penerangan, untuk yang lainnya, kulkas, setrika, tv dan mesin cuci, juga bisa namun dayanya tidak besar, maka harus menambah solar sel, memperbanyak batere, memperbesar generator dan turbinnya, disesuaikan kebutuhan dayanya, itu jelas biaya mahal sekali," paparnya.

Hitung keekonomian "Omset"
Saat dikonfirmasi terkait perbandingan harga penggunaan listrik, bila dibandingkan dengan harga PLN, dengan diplomatis, pemilik Omah Setrum ini, mengaku belum pernah menghitungnya. Diakui investasi awalnya memang mahal, namun jika dihitung detail, cukup menghemat secara ekonomi, lebih ramah lingkungan dan aman.
" Perhitungannya begini, 1200 watt per jam dapat dikalkulasikan 1,2 KwH, harga per KwHnya berapa tinggal dihitung sesuai klasifikasinya yaitu besaran daya yang subsidi maupun non subsidi, pemakaiannya berapa jam, pemakaian masif adalah 12 jam, kali Bulan kali tahun, maka ketemu biayanya, untuk pembangkit hybrid ini, dikarenakan panas matahari hanya mampu selama tujuh jam, maka ditambah tenaga angin," paparnya.

Tarif Dasar Listrik per KwH
Berdasarkan tarif dasar listrik yang berlaku untuk pengguna listrik bersubsidi, yaitu warga tidak mampu dengan daya 450 VA, tarifnya adalah Rp. 415 per Kwh, jika dinyalakan selama 12 jam sebesar 1,2 KwH, maka tarif dasar listrik yang harus dibayar adalah Rp. 179.280 per bulan, itu adalah pengguna yang disubsidi oleh pemerintah, sedangkan yang tidak disubsidi, dikenai biaya tarif daftar listrik sebesar Rp. 1.352 per KwH, bisa dibayangkan berapa biaya listrik yang harus ditanggung oleh pengguna.
"Ini adalah solusi, untuk penghematan biaya listrik, meskipun cuma untuk lampu penerangan saja, dan ini juga solusi untuk daerah - daerah yang belum terjangkau jaringan listrik dari PLN, di Blora ada sekitar 32 dusun yang belum teraliri listrik, kasihan sekali bukan, di Kota Kita berboros - boros listrik sedangkan mereka gelap gulita saat malam hari, omah setrum bisa menjadi solusi," tandasnya.


Tingkatkan Energi Baru Terbarukan
Di samping itu, penggunaan listrik dari pembangkit energi baru terbarukan ( EBTB ) itu, jelas dibutuhkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar dari fosil, yaitu minyak, gas dan batu bara, yang lama - lama akan habis, bahkan saat ini Indonesia menjadi Negara dengan status, net importer minyak, karena kebutuhan sebesar 1,6 juta barel per hari, sedangkan lifting minyak kita hanya 800 ribu barel per hari. Oleh karena itu, pemerintah berupaya meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan sebesar 23%, yaitu dengan menggenjot pembangunan pembangkit listrik dari sumber daya alam yang kita miliki, seperti tenaga air, sinar matahari, angin, panas bumi dan penggunaan minyak kepala sawit untuk campuran solar sebanyak 20% per liter, yang dikenal dengan kebijakan mandatory B20, berhasil mengurangi impor solar sebanyak 4000 kiloliter per hari sejak, awal bulan September hingga awal November 2018.
" Mimpi kami adalah Blora bisa membangun sendiri, stasiun pengisian listrik dari pembangkit tenaga matahari dan angin yang kami kembangkan ini, sehingga bisa menjadi ikon Kota yang memiliki sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan," tandas peraih Penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional, atas dedikasinya dalam menjaga kelestarian alam. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar