Seminar Internasional yang membahas peran pers Indonesia dalam meliput konflik Gaza
Dalam seminar yang membahas perjuangan rakyat Palestina dalam konflik Gaza, terungkap Pers Indonesia turut berperan besar dalam Perjuangan Palestina saat konflik di Gaza
Peran Pers Indonesia
JAKARTA, ME - Termyata Pers Indonesia memiliki peran besar dalam perjuangan Palestina, untuk mencapai kemerdekaan sejati sejak berpuluh tahun ini. Hal ini juga terlihat, dari berbagai liputan sejak konflik Gaza Oktober 2023 sampai sekarang. Pers Indonesia dalam liputannya mengangkat isu kemanusiaan, terjadinya genosida, upaya diplomasi internasional dan bahkan kejahataan Israel di Jalur Gaza, dengan melakukan pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan.
Demikian salah satu sorotan Seminar Internasional The Role of Indonesian Media in Palestine’s Effort to Achieve True Independence hari Jumat (7/11/2025) di Jakarta. Seminar yang dihadirkan oleh Palestine International Forum for Media and Communication Tawasol yang berkantor di Istanbul itu, dihadiri oleh Direktur Eksekutif Dr. Bilal Khalil , dari lembaga yang menghimpun jurnalis aktivis dan akademisi dari berbagai negara. Dalam seminar tersebut, Dr Bilal Khalil, memberikan apresiasi terhadap peran pers Indonesia ini dalam perjuangan Palestina yang saat ini masih dijajah Israel.
“Perhatian pers Indonesia terhadap isu kemanusiaan dan keselamatan bangsa Palestina di Gaza, merupakan contoh komitmen dari pers nasional Indonesia,” katanya seraya ditambahkan pers nasional ini sejalan dengan Pembukaan Konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945, yaitu turut aktif dalam upaya menghapuskan semua bentuk penjajahan di muka bumi, termasuk di Palestina.
Pers Mendukung Palestina
Sementara itu Wartawan Senior Metro TV, Desi Fitriani yang sudah mengunjungi Gaza tiga kali termasuk tahun 2008, menjelaskan bahwa dalam liputan terhadap Palestina, termasuk konflik di Gaza menghadapi berbagai masalah. Di lapangan Desi menjelaskan, perlu komunikasi yang intensif dengan Pimpinan Pemerintah di Gaza, untuk mengakses berbagai instalasi, termasuk terowongan untuk menyalurkan makanan dan obat-obatan.
“Saya menyaksikan sendiri, bagaimana makanan Indonesia seperti mie dan makanan lainnya, bahkan ban produksi Indonesia dikirim melalui terowongan untuk menembus penjagaan Israel di atas tanah,” jelasnya.
Desi juga ikut melihat bahwa dalam dua tahun terakhir, banyaknya wartawan yang gugur di Gaza, oleh karena itu liputan berita termasuk untuk televisi dimana dia bekerja, hanya bisa mengandalkan kepada gambar yang diproduksi wartawan Barat.
Namun Produser televisi harus jeli memanfaatkan gambar yang ada, agar tidak terjebak dengan narasi Barat yang menyudutkan Palestina. Maka dalam rangka mendukung perjuangan Palestina itu, produser televisi harus memilih kata-kata yang menunjukkan keberpihakan kepada Palestina, tidak terpaku pada cerita dari gambaran wartawan Barat, yang pada umumnya mendukung Israel.
Gencarkan di dunia siber
Sementara itu, wartawan senior yang pernah bertugas di Kantor Berita Turki Anadolu Agency, Pizaro Gozali menjelaskan, perlunya pers nasional menggencarkan dukungan terhadap perjuangan Palestina, sekaligus menyoroti upaya Israel cuci tangan dari kejahatan kemanusiaan di Palestina, melalui media baru atau media digital. Hal itu disebabkan konsumsi terhadap media digital semakin tinggi.
Menurut Pizaro yang juga pernah aktif di BenarNews/Radio Free Asia berkantor di Washington, menyatakan bahwa dukungan terhadap perjuangan Palestina di ranah media digital ini, menjadi keniscayaan. Hal itu disebabkan, mengutip Mariam Barghouti,
”Media arus utama selalu fokus kepada reaksi Palestina, bukan terhadap tindakan Israel. Dalam hal ini, Palestina dikesankan sebagai pihak yang melanggar, padahal pada kenyataannya bangsa Palestina dalam posisi membela diri”.
Aktivis Palestina dan Pembebasan Masjidil Al Aqsha, Annisa Theresia dalam presentasi berjudul "Centering Human Dignity Through Creativity" menjelaskan, bahwa saat ini bukanlah konflik tetapi pendudukan Israel terhadap Palestina. Selain itu telah terjadi genosida, yang disaksikan dunia secara langsung, melalui saluran streaming media digital.
Dunia Ikut Tanggungjawab
Mengutip utusan khusus PBB, Francesca Albanese, Annisa menegaskan, bahwa tindak genosida ini, merupakan kejahatan kolektif dunia, karena tidak ada tindakan untuk menghentikannya.
Dengan demikian, setiap orang di dunia, sebenarnya terlibat dalam tragedy genosida ini, seraya menambahkan saat ini hampir 70 ribu orang warga Gaza tewas di tangan tentara Israel. Bahkan setelah perdamaian ditandatangani pun, sudah hampir 200 orang meninggal, karena aksi kejam tentara Israel.
Selanjutnya Annisa menambahkan, bahwa perlawanan terhadap kejahatan kemanusiaan termasuk di Gaza, Palestina, dilakukan melalui gerakan seni yang mendunia. Annisa mencontohkan, apa yang dilakukan Macklmore melalui lagu Hinds’Hall, yang mengisahkan pembunuhan terhadap bocah perempuan Hind Rajab, oleh tentara Israel saat sang anak meminta bantuan kepada petugas kesehatan, di bawah ancaman senapan tentara Zionisme. Selain itu aksi pembelaan Palestina dilakukan melalui seni instalasi dan aksi protes seniman.
Dalam sesi presentasi seminar, pemimpin redaksi indo.palinfo.com yang berdiri sejak 2001 Ahmad Tirmizi mendiskusikan perlunya pers Indonesia mengangkat isu terkait dengan hukum humaniter dan batasannya dalam perang.
Bongkar Kejahatan Perang
Demikian juga dalam rangka mendukung Palestina dan membongkar kejahatan perang Israel, pers nasional perlu menyoroti analisis hukum dan kemanusiaan. Termasuk didalamnya adalah mengangkat laporan PBB yang terdokumentasi tentang penghancuran sistematis pemukiman di Gaza.
“Israel dalam aksinya, tidak hanya melakukan pembunuhan yang disebut sebagai genosida terhadap warga Gaza, tetapi juga melakukan ‘pembunuhan terhadap kebenaran’ genosida di Gaza, melalui ruang narasi pemberitaan di media massa dan bahkan di media sosial.” ungkapnya.
Dalam seminar, tampil juga Dr Asep Setiawan, mantan anggota Dewan Pers, yang menyoroti tiga periode liputan pers Indonesia terhadap konflik Gaza 2023-2025. Periode pertama, liputan awal yang menekankan kepada solidaritas emosisonal terjadi Oktober sampai Desember 2023.
Periode kedua yakni Januari-Juni 2024, yang disebut masa Transisi, dimana mulai muncul liputan yang bersifat analisis. Terakhir adalah periode liputan yang substantif antara Juli 2024-Juli 2025, dimana pers Indonesia liputan terhadap Gaza Palestina lebih substantif, kritis dan analisis.
Seminar ini dihadiri sejumlah wartawan, seperti dari media online dan RRI, serta Akademisi antara lain Dr Ryantori dari Indonesian Society of Middle East Studies, dipimpin oleh Dosen Universitas Muhammadiyah, Hamka M.Si. Dalam seminar ini hadir pula Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Dr Teguh Santosa, dan perwakilan dari Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC) di Jakarta.
(Red/jwg/me*)











0 Komentar