IKLAN




 

Bagaimana Skema Penyaluran Makan Siang Gratis Anak Sekolah?

"Program makan siang gratis untuk seluruh anak sekolah dari SD, SMP hingga SMA/SMK dan yang sederajat dari Presiden dan Wakil Presiden Prabowo - Gibran, yang sementara ini terpilih versi hitung cepat, perlu dikaji secara komperhensif dan mendalam skema pembiayaan dan penyalurannya, agar tepat jumlah, mutu dan sasarannya pasalnya anggarannya sangat besar, mencapai lebih dari Rp. 360 Trilyun per tahun"

Program Pangan Raksasa
Program pemberian makan siang gratis dan susu untuk lebih dari 80 juta siswa - siswi dari SD, SMP hingga SMA/SMK dan pendidikan sederajat di seluruh Indonesia, ternyata tidak bisa dipandang sebelah mata untuk menumbuhkan perekonomian bangsa, pasalnya dari satu porsi makanan yang disediakan per anak yang telah disimulasikan sebesar Rp. 15.000 per anak itu, bila dibreakdown dari hulu ke hilir, memiliki mutiplier effect yang tinggi.

Sektor pangan, pertanian, peternakan dan perikanan lokal akan tumbuh pesat dan terserap untuk memenuhi kebutuhan pengadaan pangan gratis harian meskipun sehari sekali, yaitu saat jam makan siang, dengan syarat dan ketentuan yang benar - benar menyerap potensi lokal. Misalnya kebutuhan beras, sayur dan lauk pauknya, seperti tahu tempe, daging, telur dan susu membeli dari petani atau peternak lokal, alias tidak menggunakan skema importasi.

Dengan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp. 360 Trilyun lebih per tahun tersebut, ini adalah program pangan raksasa, yang tentunya sangat mengundang perhatian para pelaku bisnis retail kebutuhan sembilan bahan pokok atau consumer goods. Maka sudah barang tentu, skema penyaluran dan pembelanjaannya perlu dikaji dengan mendalam, agar tidak menjadi ajang monopoli pasar dan korupsi, kolusi, nepotisme.

Skema Pembiayaan Program
Beberapa pihak telah membicarakan terkait skema pembiayaan akan diambilkan dari postur Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) untuk diambilkan dari mana. Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto sempat menyebutkan ide dibiayai dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS), yang langsung ditolak mentah - mentah oleh para Guru, pasalnya itu mengancam gaji guru tidak tetap dan honorer, dan untuk biaya operasional kebutuhan sekolah.

Sementara dari seorang Kepala Daerah di Bantul, menyatakan bahwa makan siang gratis harus dibiayai oleh Pemerintah Pusat, bukan dibebankan kepada Pemerintah Daerah, karena jelas tidak mampu kapasitas ruang fiskalnya, yang juga sebagian besar masih berasal dari transfer Anggaran Pemerintah Pusat dan sebagian besar untuk belanja rutin pegawai dan pembiayaan pembangunan infrastruktur fisik daerah.

Itu dari sisi sumber pembiayaan, akan diambil dari postur Anggaran apa, masih dalam kajian otak Atik, problem yang tidak kalah rumitnya adalah skema penyaluran, pengadaan pangan dan pengawasannya, dan siapa pihak pelaksananya, apakah pihak sekolah atau diserahkan kepada masing - masing orang tua siswa, seperti yang pernah diusulkan oleh Dedi Mulyadi, pasalnya orang tua atau emak - emaklah yang tahu kebutuhan dan selera menu makan siang untuk anaknya.

Efek Perekonomian Keluarga
Sangat menarik untuk mengkaji usulan dari Dedi Mulyadi, untuk menyerahkan dana makan siang gratis pada orang tua langsung, meskipun detail penyalurannya belum dijelaskan, namun skema tersebut layak untuk dikaji secara detail. Dengan simulasi penyaluran dana makan siang gratis per anak Rp 15.000,- dikalikan 25 hari masuk sekolah, yang masuk dalam kartu makan siang gratis yang terregistrasi dengan NIK dan KK, serta nomor rekening tersendiri, adalah satu skema dan inovasi untuk penyaluran, penggunaan dan pengadaan pangan tersebut. 

Sebagai simulasi seandainya satu keluarga tersebut memiliki dua orang anak usia sekolah, maka di rekening kartu makan siang gratis ditransfer dana sebesar Rp. 15.000,- x 2 anak x 25 hari sekolah (sesuai kalender pendidikan), maka satu keluarga tersebut mendapatkan jatah sebesar Rp. 750.000 untuk memenuhi kebutuhan makan siang dua anaknya, selama satu bulan. Maka mengacu dari simulasi tersebut, satu keluarga tersebut telah terkurangi biaya sebesar Rp. 750.000 per bulan, karena sudah ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

Artinya setiap keluarga yang memiliki dua anak tersebut dapat memiliki tabungan sebesar Rp. 750.000 per bulan, atau kelipatannya jumlah anak yang dimiliki, angka ini masih lebih lebih besar bila dibandingkan dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang jumlah penerimaannya sebesar Rp. 200. 000, - per bulan dan diserahkan triwulan sekali, yang totalnya hanya sebesar Rp. 600.000,- yang nilai bantuan tersebut masih tidak bisa signifikan untuk membantu masyarakat miskin naik kelas menjadi sejahtera, belum lagi urusan carut marut data penerima yang menimbulkan pro kontra di kalangan  masyarakat bawah, terutama di Desa.

Sementara untuk program makan siang gratis diberikan kepada semua anak dengan jumlah Rp. 15.000 per anak per porsi per hari, dengan koevisien satu anak menghasilkan Rp. 375.000 per bulan, Rp. 4.500.000,- per tahun, tinggal kelipatan jumlah anaknya, adalah angka yang signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi keluarga, bila ditambah dengan penghematan di sektor lainnya, misalnya subsidi listrik, dan sekali lagi ini lebih berarti bila dibandingkan dengan perolehan bantuan langsung tunai yang ada selama ini

Bagaimanapun skemanya rakyat menunggu implementasinya dengan seksama, kalau bisa dalam waktu yang sesingkat - singkatnya bisa segera dikaji, tinggal mengalihkan dari pos anggaran dana bantuan sosial yang sebesar Rp. 495 Trilyun pada tahun ini, atau diambil dari pos anggaran mana yang serapannya rendah atau gampang sekali dikorupsi selama ini, semua ini ibarat permainan dadu, tinggal diobir (dipindah) saja. Dan kemungkinan Presiden Jokowi dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno sudah tahu bagaimana cara memainkannya. Wallahualam bi sowab. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar