Soal Impor Beras
BLORA, ME - Untuk melindungi hasil panen raya petani, Pemerintah Kabupaten Blora diminta untuk menekan Perum Bulog untuk menyerap hasil panen raya petani Blora yang mulai berlangsung di akhir bulan Februari hingga pertengahan Maret tahun ini.
Hal itu disampaikan oleh Singgih Hartono, pemerhati ketahanan pangan di Blora, kepada Monitor Ekonomi, di Cafe Omah Kayu, Selasa malam (20/2/2023). Mantan Anggota Dewan Blora ini, tidak menampik urgensinya Pemerintah Pusat dalam hal ini Perum Bulog untuk mengimpor beras untuk cadangan pangan negara dan operasi pasar.
"Karena stok cadangan di Bulog terus menurun, hanya mencapai 600.000 ton, akibat mundurnya panen raya, dan tingginya harga beras, akibat supplay dan demand yang tidak imbang, maka inflasi di sektor pangan ini tak dapat dihindari, oleh karena itu Pemerintah berinisiatif untuk mengimpor beras," ungkapnya.
Lindungi Panen Raya
Meskipun begitu, peran Pemerintah Kabupaten Blora untuk melindungi hasil panen raya petani Blora harus tetap diupayakan, Singgih meminta kepada seluruh stakeholder di Blora untuk mengecek gudang Bulog di Blora, berapa stok beras yang ada, dan itu stok dari panen tahun berapa.
"Menjelang panen raya ini, harga gabah dan beras menjadi terjun, terus menurun, beras medium di selepan, saat ini hanya dihargai Rp. 9300 - Rp. 9.500 per kilo, sedangkan gabah hanya di kisaran harga Rp. 4.500 - Rp. 5.000 per kilo, padahal ini belum panen raya, bisa dibayangkan anjloknya nanti saat musim panen raya tiba, untuk itu pemerintah daerah harus berani menekan Bulog untuk menyerap beras petani, Bulog mampu menyerap beras 10.000 - 13.000 ton kapasitas gudangnya, untuk menstabilkan harga," paparnya.
Bantu Petani Miskin
Selain menyelamatkan harga gabah maupun beras petani agar stabil, peran Pemerintah Daerah untuk menjaga daya beli masyarakat juga sangat dibutuhkan, agar inflasi di sektor pangan ini tidak melambung tinggi. Pemerintah harus punya keberanian untuk mengambil kebijakan strategis ini, untuk mencegah kemiskinan ekstrim di kalangan petani.
"Dari 60 % kantong - kantong kemiskinan itu terdiri dari petani, hanya 10% petani kaya, 20% petani menengah, sisanya adalah petani gurem yang miskin, mereka inilah yang harus kita bantu maksimal, agar tidak terjatuh ke jurang kemiskinan ekstrem, banyak sekali petani yang sudah menggadaikan sawahnya, untuk membayar biaya lahan, benih dan pupuk, saat panen mereka hanya menikmati sedikit, cukup untuk kebutuhan pangan sendiri, karena semuanya sudah diijonkankan, Pemerintah harus turun untuk bantu petani" ungkap Singgih kembali.
Sementara itu di tempat lain, Hadi, salah seorang Petani dari Desa Nglawiyan, Kecamatan Kedungtuban telah berhasil mengembangkan benih padi Galur semi organik di beberapa areal persawahan dengan hasil yang cukup memuaskan, dengan pola tanam yang berbeda dari petani pada umumnya.
"Benih padi Galur kami, PB 01 berhasil menghasilkan panen padi lebih banyak dari varietas yang sudah ada, dengan pola tanam yang berbeda dan meminimalisir penggunaan pupuk kimia hingga 70% bisa meningkatkan hasil panen kami, hingga 10 ton per hektar, saat ini para petani PB sudah pada panen, dan kami berharap, beras kami juga bisa diserap pasar secara luas," ujarnya. (Rome)
0 Komentar