Musrenbang Kecamatan Jepon
BLORA, ME - Adalah Sulasno, Kepala Desa Kawengan, Kecamatan Jepon berteriak lantang agar ada pembangunan jalan di wilayahnya, alasannya kerusakan sudah parah, sehingga tidak nyaman dan berbahaya untuk pengguna jalan, yang statusnya adalah jalan aset Pemerintah Kabupaten Blora, karena menghubungkan antar Kecamatan Jepon dan Kecamatan Bogorejo, dan akses jalan untuk anak - anak sekolah di SMPN 3 Jepon.
Menurut Kades Kawengan, pihaknya sudah berkali - kali selama 3 tahun selalu mengusulkan perbaikan jalan mantap untuk jalur strategis di wilayahnya. Namun hingga saat ini belum terealisasi, dan dalam Musrenbang Kecamatan Jepon kemarin kembali diusulkan, pantang menyerah, tekadnya ruas jalan sepanjang 4 kilometer itu, harus mendapatkan perhatian dari Pemkab Blora.
Tidak kalah ngototnya, Kades - kades lain yang hadir dalam Musrenbangcam tersebut, juga mengusulkan kondisi yang sama, kerusakan jalan yang sama,, dan meminta dimasukkan dalam skala prioritas, akan tetapi keterbatasan anggaran membuat beberapa dari mereka pesimis, jadi usul mereka hanya untuk formalitas belaka, karena tekanan dan dorongan masyarakat di wilayahnya masing - masing, yang terkadang disampaikan dengan nada miring dan mendiskreditkan Kades tersebut.
"Tiap tahun kita usulkan, sejak saya jadi Kades, ini tahun keempat, saya usulkan lagi, jalan kami sangat parah dan banyak menimbulkan kecelakaan, terutama anak - anak sekolah, tolong dengarkan bangunlah jalan kami, ini penghubung dari desa - desa di Kecamatan Bogorejo dan Jepon, ini jalan perekonomian," tandas Sulasno, Kepala Desa Kawengan.
Keroyokan Anggaran Negara
Walaupun Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan secara berjenjang, dari tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten hingga Propinsi adalah agenda resmi Pemerintah, sebagai usulan dalam pelaksanaan rencana kerja pembangunan daerah untuk tahun berikutnya, banyak kalangan pengamat kebijakan yang mengatakan itu hanyalah formalitas belaka.
Kenyataannya yang terjadi, banyak kegiatan yang tidak.pernah dibahas sebelumnya, dan parahnya tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat banyak, tiba - tiba ada pelaksanaan, bahkan yang sudah diusulkan dan dikawal dalam setiap tahapan, ternyata hilang entah kemana. Dan dengan ringannya, saat dikonfirmasi akan dilaksanakan saat pelaksanaan anggaran perubahan nantinya.
Hal ini sungguh menyesakkan dada, manakala pelaksanaan Daftar Penggunaan Anggaran/Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DPA/DIPA) hanya untuk kepentingan kelompok, dan beberapa gelintir pengusaha yang dekat pada kekuasaan. Sementara saat pengusulan di bawah, terjadi perdebatan yang sengit, bahkan tidak jarang saling mencurigai, berpikir skeptis, dengan bahasa siapa yang berani "setor sesuatu" maka dia akan mendapatkan privilege atau keistimewaan.
Maka patut diduga, kesejahteraan dan keadilan sosial untuk seluruh khususnya warga Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya, akan sangat jauh dari kenyataan, bila tidak segera dirubah pola pembelanjaan anggaran yang efektif, efisien dan akuntabel. Pola pembangunan yang fokus dan berkelanjutan, adalah solusi untuk menciptakondisikan pemerataan pembangunan dalam satu tahun anggaran.
Simulasi APBD Blora
Pembagian pelaksanaan APBD per tahun, secara bergiliran per eks Kawedanan di Blora, bisa menjadi solusi untuk mencegah opini skeptis untuk masyarakat yang hingga saat ini, belum tersentuh pembangunan, di wilayah terluar dan terpencil. Sebagai contoh dari APBD Blora tahun 2023, sebesar kurang lebih Rp. 2,5 Trilyun.
Postur belanja pegawai menyerap Rp. 900 Milyar, sisanya dibagi untuk pembiayaan wajib Pendidikan dan Kesehatan masing - masing 20% , Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (7%), belanja modal infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pelayanan lainnya.
Khusus untuk belanja infrastruktur jalan, jembatan dan sumber daya air, permukiman dan perumahan, pola penganggarannya perlu diubah, dari yang bersifat terbagi se Kabupaten Blora, diubah menjadi per eks Kawedanan, sehingga pelaksanaannya bisa difokuskan dan lebih diefisienkan.
Akuntabilitas Anggaran
Maka bisa diyakinkan dengan anggaran Rp. 200 Milyar per tahun, untuk 200 kilometer jalan dan jembatan di dalamnya, di wilayah per eks Kawedanan, untuk sektor yang lain, OPD bisa langsung difokuskan pada kondisi yang ada, sehingga pembangunan infrastruktur fisik dan non fisik bisa optimal, efektif, efisien dan akuntabel.
Semua ini adalah angan - angan yang merefleksikan perhitungan matematis anggaran, dampak ekonomi dan sosial, untuk mengejawantahkan sebagai upaya pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat, untuk memberikan kenyamanan dan kesejahteraan.
Sehingga dengan akuntabilitas anggaran terpenuhinya kebutuhan infrastruktur tersebut, otomatis akan menciptakan peningkatan pertumbuhan ekonomi, meskipun secara bergilir, keyakinan kami, warga bisa menunggu dan menerima kebijakan tersebut. Dan ini adalah matematika politik termudah, tapi tersulit jika Pemimpin tidak memiliki komitmen yang kuat. (Rome)
0 Komentar