IKLAN




 

Pedagang Ingin E Retribusi Seperti E - Toll, Apa Maksudnya?

Paguyuban pedagang pasar tradisional se Blora mendatangi Komisi B DPRD Blora untuk beraudiensi terkait tarif retribusi yang memberatkan dan tidak berkeadilan, serta meminta perubahan regulasi yang mengaturnya (Foto: Rome)

"Puluhan pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar Tradisional dari Kecamatan Blora, Jepon, Tunjungan, Ngawen, Kunduran dan Todanan. Mendatangi Gedung A. Yani 36, untuk menyampaikan aspirasi terkait e - retribusi yang dianggap tidak berkeadilan tarifnya."
Komisi B bersama Baperma Perda DPRD Blora menerima anggota Paguyuban Pedagang Pasar 

Audiensi Pedagang Pasar
BLORA, ME - Puluhan pedagang pasar tradisional merasa gundah, pemberlakuan e - retribusi yang harus mereka bayar, setiap tahunnya dirasakan memberatkan dan tidak adil. Pasalnya tarif retribusi yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010, antara tarif pemilik kios dengan pemilik lapak atau los, terlalu murah jika diakumulasikan. Hal itu, terungkap dalam audiensi antara Paguyuban Pedagang Pasar dengan Pimpinan dan Anggota Komisi B, Ketua Baperma Perda, Muchklisin dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora. Turut hadir dalam audiensi tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM, Blora, Sarmidi beserta jajarannya, Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Aset Daerah, Sunaryo, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten Blora, Bondan Arsiyanti, SH, MSi. Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo, dari Partai Nasdem mempersilahkan para pedagang menyampaikan aspirasinya.
"Saya persilahkan kepada Paguyuban Pedagang Pasar untuk menyampaikan, permasalahannya sesuai dengan surat audiensi yang dilayangkan kepada kami," ucapnya membuka rapat audiensi tersebut.

Retribusi Tidak Adil
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Jepon, Abdul Hakim, menyampaikan keluhan para pedagang Pasar Tradisional terkait mekanisme pembayaran retribusi elektronik tersebut.
"Kami mewakili teman - teman ingin agar Perda atau Perbup terkait retribusi tersebut bisa dievaluasi, karena merugikan pedagang dan tidak berkeadilan," ungkapnya.
Hal itu terkonfirmasi dari lampiran tarif retribusi untuk kios, lapak dan los yang berlaku se Kabupaten Blora, sejak tahun 2010 itu. Seperti data yang ada seperti disampaikan oleh Surahman dari Paguyuban Pedagang Pasar Todanan.
"Mengapa tarif kios sewanya lebih murah Rp. 8000,- per bulan/m2, bila dibandingkan dengan sewa lapak atau los, yang tarifnya Rp. 500 per hari/m2 yang bila diakumulasikan sebesar Rp. 15.000 per bulan/m2, ini jelas tidak adil, pedagang kecil kok mbayarnya lebih mahal dibandingkan pedagang besar," ujarnya.
"Selain itu pemberlakuan e retribusi, yang harus dibayar, baik buka lapak maupun tidak itu merugikan bagi kami, mestinya harus dirubah sistemnya, seperti e toll itu lho, yang ngetap kartunya kalo mau masuk toll, jadi kita mbayar kalau jualan," ujarnya kembali.

Kadindagkop UKM Blora,
Sarmidi dan Kabid Pendapatan
DPPKAD Blora, Sunaryo
E - Retribusi Cegah Kebocoran
Menanggapi permintaan pedagang, Kepala Dindagkop UKM Blora, yang membawahi seluruh Pasar Tradisional milik Pemkab Blora, Sarmidi menyampaikan siap menindaklanjuti perubahan Perda atau Perbup jika telah ditetapkan.
"Kami mengikuti bagaimana baiknya, untuk dibahas bersama Dinas DPPKAD, terkait e retribusi dan tarifnya, kami serahkan yang berwenang," ujarnya, sembari menyerahkan mike kepada Sunaryo, dari DPPKAD Blora.
"Kami jelaskan, mengapa diberlakukannya e - retribusi tersebut, adalah upaya untuk mencegah kebocoran pendapatan asli daerah dari retribusi, termasuk retribusi pasar, yang dikelola oleh Dindagkop UKM Blora, yang termasuk memenuhi target," paparnya. "Terkait sistem e - retribusi yang menginginkan perubahan seperti e toll, dan tarifnya, yang perlu dievaluasi perhitungannya, untuk lapak berdasarkan luas, sedangkan untuk kios berdasarkan volume, yaitu panjang x lebar x tinggi, mungkin akan lebih adil, namun harus dirubah dulu regulasinya." ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Hukum Setda Blora, Bondan Arsiyanti, SH, MSi, mempersilahkan perubahan regulasi baik Perda maupun Perbup tersebut diatas, namun itu butuh waktu.
"Kalau merubah Perda itu membutuhkan waktu yang lama, namun kalau Perbupnya bisa lebih singkat, silahkan opsi mana yang akan dipilih," ungkapnya kepada forum rapat. Menanggapi hal itu, Ketua Baperma Perdes, Muchklisin dari Partai Kebangkitan Bangsa, mengusulkan membahas opsi ini dengan Bagian Hukum Setda Blora.
"Sudah kita bahas saja, opsi yang terbaik untuk kepentingan rakyat ini, secepatnya kita bertemu langsung antara Bagian Hukum dengan Baperma Perda DPRD Blora," tandasnya. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar