IKLAN


 

PDAM Blora Harus Berani Berinovasi Dan Kreatif


Polemik Bengawan Solo
BLORA, ME - Akibat dari pencemaran Sungai Bengawan Solo, air baku untuk Perusahaan Daerah Minum (PDAM) Tirta Amerta Blora, menjadi tidak layak untuk digunakan. Jajaran Direksi akhirnya, memutuskan untuk menghentikan penyaluran air tersebut. Tak pelak 12.000 pelanggan mengalami krisis air. Artinya korban kemarau panjang ini, menjadi semakin bertambah. Dan, ternyata bukan saat ini saja, Sungai Bengawan Solo ini tercemar, bahkan setiap tahun, kondisi seperti ini terjadi, terulang kembali. Dan alasan maupun tuduhannya pun sama, karena pencemaran di hulunya. Sementara itu, nasib masyarakat Blora, bisa diibaratkan dalam peribahasa Jawa, "Ora mangan nongkone, tapi keno pulute" (tidak makan buah nangkanya, tapi kena getahnya). Lalu pertanyaannya adalah, siapakah yang harus bertanggungjawab atas kejadian itu? Untuk pertanyaan ini, Pemkab Blora, hanya sanggup mengatakan, air kita dicemari dari hulu, titik.

Industri Perusak Lngkungan
Daerah yang ada di hulu sungai itu, adalah daerah perindustrian yang maju, banyak pabrik, pertumbuhan ekonominya tinggi, masyarakatnya sejahtera, namun paradoks, kesadaran menjaga lingkungan, terutama Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo, ternyata sangat minim, hal ini terbukti dengan temuan pencemaran air baku untuk hajat hidup orang banyak, yaitu 12.000 pelanggan PDAM Tirta Amerta Blora, harus menjadi korban. Lalu bagaimana penanganannya, Pemkab Blora jelas tidak sanggup menanganinya sendiri, lalu diangkat lagi temuan ini, lalu ramailah jagat media, terutama media sosial. Sampailah ke Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Lalu muncullah berita, Sungai Bengawan Solo tercemar oleh limbah industri minuman ciu, sejenis minuman keras, yang diproduksi oleh warga suatu Desa, dan kotoran dari peternakan babi, yang kita tidak tahu berapa jumlah babi yang ada. Namun tidak ada yang berani terang - terangan berkata, bahwa itu tercemar oleh pabrik tekstil terbesar di Indonesia, industri batik ternama, dan sebagainya. Hanya industri, kelas rumahanlah, yang pantas dijadikan kambing hitam.

Menjadi Isu Nasional
Masifnya pemberitaan di stasiun televisi Nasional, mau tak mau membuat gerah para stakeholder untuk segera menyelesaikan masalah ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun turun tangan, memerintahkan beberapa Dirjennya untuk mengecek pelanggaran tersebut. Gubernur Jateng pun tak kalah galaknya, segera menggelar rapat koordinasi yang melibatkan langsung dari tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dialiri oleh sungai purba yang membelah Pulau Jawa tersebut. Itu adalah penanganan solusi jangka pendek, yaitu penindakan dan penegakan hukum atas pelanggaran pidana pelestarian lingkungan, yang oleh masyarakat Blora, tidak diyakini berhasil menyelesaikan. Bahkan Anggota Komisi C, DPRD Blora, saat melakukan sidak, meminta agar PDAM segera mengambil tindakan untuk mengolah air baku tersebut dengan baik, dengan peralatan yang canggih, dan segera ajukan anggaran untuk pelaksanaannya. Sehingga muncullah angka direncanakan oleh PDAM yaitu penambahan modal sebesar Rp 10 Milyar untuk masa 5 tahun. Jadi kebutuhan per tahunnya adalah sebesar Rp. 2 Milyar. Dan itu angka yang kecil atau realistis, kata Anggota Dewan.
Sidak DPRD Blora di PDAM Tirta Amerta Blora
PDAM diminta untuk inovatif dan ajukan anggaran 
PDAM Harus Inovatif
Sentilan dari Warsit, anggota Dewan Blora, yang
menyatakan bahwa PDAM Blora, adalah Perusahaan paling jujur sedunia, alasannya pengelolaan air apa adanya, air kuning, ya disalurkan kuning, merah ya merah, hitam ya hitam. Adalah sebuah sindiran yang cukup halus, namun tajam. Karena itu diharapkan PDAM Blora, harus bisa berinovasi, misalkan membuat skema bisnis, yang tidak hanya itu - itu saja. Mengandalkan air baku, yang tidak terjaga kelestariannya dan kelayakan mutunya. Harus ada terobosan baru, karena air dari PDAM itu, bukanlah untuk air minum, namun hanya untuk memenuhi kebutuhan sanitasi saja. Masyarakat hanya mengkonsumsi air minum dari galon, yang banyak beredar di pasaran, dan ini adalah peluang yang besar, mengingat jumlah pelanggannya yang mencapai 12.000, mengapa di sektor ini PDAM tidak berani masuk? Sementara banyak PDAM lain, yang ikut terjun di bisnis ini, seperti PDAM Kulonprogo, Yogyakarta. Disamping untuk memenuhi kebutuhan warga, juga berperan untuk menstabilkan harga, agar tidak terjadi monopoli dan permainan kartel, mengingat ini adalah kebutuhan pokok. Inovasi yang lain adalah, mencoba mencari sumber air yang lain, bilamana perlu, membuatkan sumur - sumur warga, kemudian dipasang meteran, seperti tv kabel berlangganan yang dipinjami antena dan receivernya. Mungkin ini hanyalah ide, yang bisa dianggap gila, namun bisa jadi ini solusi yang bagus, dan lebih menjamin ketersediaan air untuk warga. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar