Penyampaian RAPBN 2026
Jakarta, ME - Di hadapan Ketua Umum Partai Politik, Pimpinan dan Anggota DPR MPR RI, Menteri Kabinet Merah Putih, para mantan Presiden dan Wakil Presiden dalam agenda Sidang Paripurna DPR MPR RI, jelang Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, Presiden Prabowo menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2026, sekaligus memaparkan nota keuangan, untuk dibahas dan selanjutnya mendapatkan persetujuan dari para anggota Legislator Senayan.
Dalam pidatonya Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga kualitas belanja negara yang benar - benar untuk kemakmuran seluruh masyatakat Indonesia. Belanja negara ditargetkan total sebesar Rp. 3.786, 5 Trilyun, yang dibagi untuk Pemerintah Pusat sebesar Rp. 3.136, 5 Trilyun, dan Pemerintah Daerah dalam bentuk transfer daerah sebesar Rp. 650 Trilyun, dan dengan defisit anggaran dipatok 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Turunnya transfer daerah dalam RAPBN 2026, menurut para Pengamat Ekonomi adalah upaya Presiden Prabowo untuk melanjutkan efisiensi anggaran, yang tahun ini yaitu 2025 sudah dijalankan, dan berakibat pada Pemerintah Daerah berinisiatif untuk mencari sumber - sumber pembiayaan dengan cara menaikkan pungutan pajak daerah, seperti Pajak Bumi Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB P2), yang menuai gelombang protes, bahkan menuntut lengser Bupatinya, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Melihat postur RAPBN 2026 tersebut, jelas anggaran untuk transfer daerah sudah dipotong sebesar Rp. 269 Trilyun, dari APBN tahun 2025, kurang lebih adalah angka yang diperoleh dari efisiensi anggaran untuk pembiayaan program makan bergizi gratis, tahun 2026 ke depan, untuk membiayai kebutuhan anggaran ketahanan pangan, hilirasi sumber daya alam, subsidi energi dan proyek - proyek strategis nasional lainnya.
Dorong Kemandirian Daerah
Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah, melihat kondisi tersebut di atas? Pertanyaan tersebut, bisa jadi mencemaskan, bila mendapat jawaban upaya Pemerintah Daerah, untuk menutupi defisit anggarannya melalui kenaikan tarif pajak dan retribusi daerahnya, sebagai satu - satunya jalan keluar. Maka yang terjadi adalah gelombang protes penolakan dari masyarakat daerah itu sendiri.
Untuk itu, Pemerintah Daerah harus segera mengevaluasi kebijakan - kebijakan yang membebani masyarakat, dengan strategi mendorong kemandirian ekonomi daerah, melalui optimalisasi seluruh potensi yang ada di wilayah masing - masing, dari Desa hingga Perkotaan. Pemerintah Daerah hendaknya dapat menginventarisir kekayaan alam, sumber daya manusia, perdagangan komoditas barang dan jasa masyarakat.
Optimalisasi pembangunan ekonomi mandiri dapat dilaksanakan, manakala pemerintah daerah mampu menghitung produk domestik regional bruto (PDRB), mengalami surplus dari perhitungan biaya hidup dan kebutuhan dasar masyarakat. Artinya, Pemerintah Daerah harus mencari, potensi apa saja yang di daerahnya, misal Kabupaten Blora.
Kabupaten Blora memiliki potensi lahan pertanian sawah dan agroforestri, yang layak untuk dikembangkan menjadi industri ketahanan pangan dan pakan ternak, ternasuk di sektor peternakan sapi, kambing dan domba, memiliki populasi terbesar se Jawa Tengah, perlu ditingkatkan nilai tambahnya, dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan daging nasional, sementara kulitnya, perlu dibangun industri penyamakan kulit, untuk industri fashion.
Optimalisasi Aset Daerah
Di sektor pemanfaatan aset daerah, Pemerintah Daerah harus dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerah, dengan mengundang investasi untuk kerjasama pengelolaan aset daerah tersebut, dengan semangat mempermudah perijinan dan insentif pajak dan biaya sewa, apabila berdampak signifikan pada kesejahteraan warga, melalui pembukaan lapangan kerja, pengurangan biaya kebutuhan dasar, dan mampu menekan angka kemiskinan ekstrem.
Jadi pemotongan transfer daerah, barangkali oleh Presiden Prabowo adalah keputusan yang strategis sekaligus tonggak untuk Pemerintah Daerah, agar bisa lebih inovatif dan kreatif, dalam membangun wilayahnya masing - masing, sesuai dengan kebutuhan prioritas masyarakat, dengan menggali potensi - potensi ekonomi, yang sebelumnya terabaikan atau bahkan tidak terpikirkan, bisa dieksekusi untuk pembangunan.
Pemerintah Daerah juga didorong, agar penggunaan anggaran belanja benar - benar dilakukan secara efektif, efisien dan akuntabel, seperti yang disampaikan oleh Presiden, setiap rupiah uang rakyat, harus benar - benar untuk kemakmuran, membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian rakyat.
Di sisi lain, dalam memenuhi target pendapatan asli daerah, dilakukan melalui optimalisasi potensi daerah, kemudahan investasi melalui pelayanan birokrasi yang mudah, murah dan cepat, dengan target membuka peluang para pelaku bisnis nyaman dan tenang membuka usaha di daerah. Kondusifitas bukan hanya jargon, tapi harus direalisasikan memberikan manfaat kepada seluruh rakyat daerah. (Rome)
0 Komentar