IKLAN


 

Petahana Vs Baliho Siapa Menang?

"Pilkada di Blora nampaknya akan berjalan landai - landai saja, pasalnya lawan dari petahana belum pernah terdeteksi secara langsung dan terbuka kepada media, hanya baliho yang bertebaran di seluruh pojok - pojok sudut wilayah Kabupaten Blora"

Pilkada Blora Sepi
BLORA, ME - Semakin dekat masa pendaftaran dan penjaringan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati, di Blora seakan tidak ada pergerakan yang signifikan dari para calonnya. Baik itu pemilihan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil Bupati Blora.

Yang unik di Blora, semua calon yang mengambil formulir masih terkesan malu - malu, ternasuk calon dari petahana, hingga kini masih belum dilakukan deklarasi resmi, namun pergerakan konsolidasi dan komunikasi terus berjalan, baik oleh Gus Arief, panggilan akrabnya Bupati petahana, maupun Tim Suksesnya, yang rajin bergerilya.

Bupati Arief yang diprediksi akan mengganti calon Wakilnya, bahkan mengkonfirmasikan sendiri kriteria calonnya, tetap perempuan, namun dari kalangan pengusaha dan memiliki akses kuat dengan pusat, yang belakangan diasumsikan adalah kakak kandung dari Wakapolri, yaitu Komjen Agus Andrianto yang bernama Sri Setyorini, yang akrab dipanggil Bu Rini Gapensi.

Sementara Rini yang lain, yaitu Anggota Polisi Wanita yang berdinas di Markas Besar Polri dengan pangkat Komisaris Polisi, Kisworini, pun berminat untuk maju dalam Pilkada Blora, entah sebagai Bakal Calon Bupati atau Wakil Bupati, namun sempat santer dihembuskan sebagai bakal calon pendamping petahana, menggantikan Tri Yuli Setyowati alias Etik.

Rekomendasi Dua Partai
Kondisi ini konon kabarnya membuat Gus Arief pusing tujuh keliling, semuanya punya dekengan pusat, hingga tidak satupun baliho dirinya terpasang sebagai bakal calon petahana, meskipun sudah mendapatkan rekomendasi dari dua partai sekaligus, yaitu PKB dan Partai Nasdem, dan sudah mendapatkan sinyal akan didukung oleh tiga partai lain, yang diprediksi yaitu PKS, Perindo dan Hanura, dan bakal ada yang menyusul lainnya.

Sementara penantangnya, juga masih belum jelas atau terang - terangan siap untuk ikut berkompetisi, meskipun juga sudah bergerak mengambil formulir pendaftaran di seluruh partai yang membuka penjaringan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati, seperti PDIP, Partai Gerindra, Demokrat dan PKB sendiri. Namun entah sudah mengembalikan formulirnya pada partai atau belum, sekali lagi hampir tidak terdeteksi oleh media. 

Ironisnya, semuanya dilakukan dengan diam - diam, dan mewakilkan kepada relawan atau timsesnya, dengan alasan sibuk dengan kerjaan, sebagai publik Blora hal itu patut dikritisi, partai pun mestinya harus membuat aturan yang bersangkutan harus mengambil dan mengembalikan sendiri, untuk menghormati marwah partai dan sebagai implementasi keseriusan para bakal calon.

Muncul Ribuan Baliho
Keunikan yang lain, bermunculan baliho - baliho bakal calon yang belum pernah sekalipun menggelar konferensi pers, untuk menyatakan dirinya bakal maju menjadi penantang petahana, praktis hanya dengan mengandalkan ribuan baliho, yang juga diklaim itu adalah kerja - kerja relawan, bukan oleh calon bersangkutan.

Padahal jelas itu tidak mungkin, kalau tidak tahu menahu, sedangkan desain foto yang dipilih saja, pasti harus mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan to? Dua atau tiga pilihan foto untuk desain baliho, tetap sepengetahuan dan persetujuan para calon, bahkan tidak jarang, mereka menggunakan jasa konsultan kampanye, yang berbiaya mahal, dan jelas tidak mungkin dibiayai oleh relawan, kecuali kelompok oligarki koleganya.

Kondisi seperti ini, harus disadari oleh Partai Politik, model - model bakal calon dadakan, yang tidak gelar konsolidasi dari bawah, melainkan potong kompas langsung dari pusat, adalah bentuk pengkhianatan bagi demokrasi itu sendiri, yang mana mestinya memperkuat komunikasi di akar rumput, kemudian merangkak ke atas, adalah bentuk penghormatan pada proses demokrasi.

Tapi semua kembali pada rakyat, pilihan ada pada rakyat juga, pilih petahana atau yang baru, baik bakal calon yang berproses politik normatif, atau calon yang muncul dari ribuan baliho di jalanan, atau calon yang mengklaim dirinya mampu main potong kompas kepada pusat atau bisa klaim, dirinya punya "dekengan" dari pusat, atau strategi besar lain, politik memang penuh intrik. Wallahualam bi sowab, hanya Tuhan Yang Maha Tahu. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar