Audiensi APTI Blora
BLORA, ME - Jajaran Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (APTI) Kabupaten Blora, kembali persoalkan upaya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora terkait mandulnya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, yang dianggap merugikan para pengusaha tambang galian C, dan berakibat minimnya pajak untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris DPD APTI Blora, Achmad Hary Subiyantoro di Ruang Rapat Paripurna DPRD Blora, pada hari Selasa siang kemarin (25/6/2024), dalam agenda audiensi dengan DPRD Blora, yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD, Siswanto dari Partai Golkar. Turut mendampingi Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo (Partai Nasdem), Abdullah Aminuddin dan Munawar (PKB), Jayadi (Gerindra) dan Ir. Siswanto (Partai Golkar).
"Kami mendorong upaya revisi Perda Nomor 5 tahun 2021, tentang RTRW yang merugikan para pelaku usaha tambang untuk mengurus ijin produksi, karena ada 18 pengusaha tambang Blora terancam ditolak pengajuannya karena ketidaksesuaian Perda tersebut sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan ijin produksi tambang tersebut," ungkap Hary.
Akan Masuk Prolegda
Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto secara pribadi dan lembaga legislatif sangat mengapresiasi langkah DPD APTI Blora, atas peran aktifnya dalam mengawal perubahan Perda RTRW untuk kepentingan usaha pertambangan dan peningkatan pendapatan asli daerah melalui optimalisasi pungutan pajak galian C.
"Saya sangat mengapresiasi peran aktif DPD APTI Blora, dalam mengupayakan revisi Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora, yang menurut mereka merugikan usaha pertambangan di Blora, karena tidak memenuhi syarat ijin yang dibutuhkan oleh Pusat maupun Provinsi," Siswanto, yang juga Ketua DPD Partai Golkar Blora ini.
Di saat yang sama, Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo pun mendukung perubahan atau revisi Perda tersebut, dirinya menawarkan skema pelaksanaannya dalam dua opsi, opsi pertama diajukan oleh pihak Pemkab Blora atau eksekutif, atau melalui Perda inisiatif Dewan, sebagai langkah konkrit untuk pembahasan Perda RTRW yang dianggap merugikan tersebut.
"Langkah konkritnya langsung saja, Perda ini apakah harus dikembalikan kepada Eksekutif karena dulu adalah produk dari sana, atau melalui inisiatif Dewan, kalo lewat eksekutif dipastikan lama, kalo inisiatif bisa lebih cepat, kita masukkan ke Prolegda," ujar Yuyus, politisi dari Blora Selatan ini.
Belum Ada Perbup
Anggota Komisi B yang lain yaitu Abdullah Aminuddin dari PKB, menanyakan apakah sudah ada Peraturan Bupati untuk turunan dari Perda tersebut, sebagai pelengkap dari apa yang belum diatur, termasuk kawasan pertambangan tersebut, hal itu bisa diupayakan sebagai bentuk diskresi Kepala Daerah, untuk meningkatkan perekonomian rakyat di sektor pertambangan mineral.
"Apakah dimungkinkan diterbitkan Perbup sebagai turunan atau pelengkap, dari apa yang belum diatur dalam Perda tersebut, ya itu sebagai bentuk diskresi Kepala Daerah, tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan asli daerah, serta mengendalikan dampak lingkungan jika tidak diatur dalam Perda, karena banyaknya penambangan ilegal," ujar Dewan yang dijuluki The Calculator Man ini.
Asisten 3 Bupati Bidang Administrasi, Bawa Dwi Raharja, siap melaporkan hasil audiensi ini, untuk dibahas bersama Kabag Hukum, Sekretaris Daerah dan Bupati Kabupaten Blora, untuk dicarikan formulasi kebijakan yang benar dan legal,1zf sehingga tidak menabrak regulasi yang ada di atasnya, yaitu Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Pusat.
"Kami akan menindaklanjuti audiensi ini, melaporkan kepada Bapak Bupati dan Sekretaris Daerah, serta berkoordinasi dengan Kepala Bagian Hukum, serta Pemprov Jateng, karena informasinya Pemprov juga akan melakukan revisi Perda RTRWnya." ujarnya. (Rome)
0 Komentar