IKLAN




 

Riyanta GJL Minta Biaya BPHTB Diturunkan

Ketua LSM Gerakan Jalan Lurus, Riyanta, SH mendampingi warga Jepon yang mengadukan keberatannya atas biaya pengurusan sertifikat tanah yang mencapai Rp. 26 Juta di salah satu Notaris Blora

"LSM Gerakan Jalan Lurus, Riyanta SH, meminta agar biaya BPHTB dan pengurusan sertifikat melalui Notaris diturunkan, agar tidak kan rakyat"

Uraian biaya
Dampingi Warga Jepon

BLORA, ME - Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Jalan Lurus atau yang disingkat GJL, kembali mengadvokasi warga Blora terkait pengurusan biaya sertifikat tanah hak milik Siti Pujiatun, warga Karangpace, Ngawenan, Kelurahan Jepon, merasa keberatan atas biaya pengurusan tanah, yang setahun lalu dibelinya dengan harga Rp. 95 Juta, dari kakaknya Ismiyatun.

"Saya kaget, saat mengurus sertifikat tanah yang baru saya beli dari kakak saya, sebesar Rp. 95 Juta, itupun perjanjiannya sudah diuruskan sertifikatnya, ternyata menunggu setahun belum diurus, akhirnya saya urus sendiri melalui Notaris, kok biayanya mahal sekali hingga Rp. 26 Juta, akhirnya saya minta bantuan Pak Riyanta GJL," ungkapnya kepada para awak media, saat mendatangi Kantor Dinas Pengelolaan Pendapatan Dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Blora, hari ini Kamis (3/12/2020).

Biaya Beratkan Rakyat

Bersama Ketua GJL, Riyanta, SH, hendak menemui Kepala Dinas setempat, akan tetapi hanya diterima oleh Kepala Bidang Pendapatan, Kartono, di ruang tamu DPPKAD Blora. Ketua Riyanta menjelaskan maksud kedatangannya adalah untuk mendampingi Siti Pujiatun, terkait permasalahan tersebut.

"Saya hadir di sini untuk mendampingi warga, Bu Puji yang merasa keberatan dan barangkali ini juga dialami pada setiap warga Blora, atas biaya BPHTB dan biaya Notarisnya, padahal sesuai dengan prinsip negara hukum bahwa BPHTB itu diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, yaitu tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sedangkan untuk Perdanya diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 2011, yang dasar pengenaannya adalah nilai transaksi, minus Rp. 60 Juta, untuk kasus Bu Puji ini, nilai transaksinya hanya Rp. 95 Juta, jadi yang dikenai pajak mestinya hanya sebesar Rp. 35 Juta," paparnya.

Turunkan BPHTB 

Calon PAW DPR RI dari Partai Banteng Mencereng itu juga mengurai besaran biaya BPHTB dan Notaris yang terlalu mahal dan memberatkan masyarakat, bila dibandingkan dengan Kabupaten Pati.

"Di Pati biaya BPHTB hanya 2,5 % dari nilai yang dikenakan, kemudian Pajak PPh Final untuk Negara sebesar 2,5% dari harga transaksi, dan biaya Notaris hanya 1% dari nilai transaksi, jadi semestinya tidak semahal ini, oleh karena itu, kami pernah mendorong agar DPRD bersama Pemerintah untuk menurunkan sama seperti di Pati," tandasnya.

Akan Cek Lokasi

Sementara itu, mewakili Kepala DPPKAD Blora, Kabid Pendapatan, Kartono mengungkapkan bahwa pihak belum tahu menahu persoalan tersebut, karena memang belum didaftarkan ke DPPKAD.

"Kami belum tahu, terkait angka - angka tersebut, karena belum didaftarkan di DPPKAD, tadi belum ada rincian berapa NJOPnya, luas berapa, dan masuk kategori wilayah apa, kalau sudah masuk akan kami cek, apakah harga tersebut sudah sesuai dengan NJOP, atau di bawahnya, karena terkadang harganya dibuat seakan - akan murah, padahal NJOPnya tinggi, tadi juga disampaikan luasnya 600 meter persegi ya" ujarnya kepada Monitor Ekonomi. (Rome)

Posting Komentar

0 Komentar