IKLAN


 

Tiga Bulan Berhenti Operasi, Penambang Ledok Dirugikan, Siapa Yang Peduli?

Sumur Tua Ledok berhenti dikerjasamakan dengan penambang lokal berdampak kerugian ekonomi dan sosial

"Pengamat ekonomi dan kebijakan publik Blora, Dwi Giatno soroti nasib penambang sumur tua Lapangan Ledok, yang berhenti operasional akibat berakhirnya ijin pengelolaan, dan berakibat merugikan mereka, pasalnya sudah tiga bulan tanpa penghasilan: Siapa Peduli Nasib Penambang Sumur Tua Ledok?"

                                 Dwi Giatno

Kontrak Pengelolaan Habis
BLORA, ME - Sudah tiga bulan lebih aktivitas penambangan sumur tua di Ledok, Kecamatan Sambong, Blora, berhenti total. Sejak kontrak kerja sama antara Pertamina EP dan PT Blora Patra Energi (BPE) habis pada 25 Februari 2025, belum ada kepastian kapan izin baru akan diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Di tengah proses yang berjalan lambat, ratusan warga kehilangan sumber penghidupan utamanya.

Bagi masyarakat Ledok, sumur tua bukan sekadar situs eksplorasi sisa masa lalu, melainkan napas kehidupan ekonomi. Penambangan ini sudah berlangsung turun-temurun, menjadi tumpuan bagi ratusan keluarga. Saat aktivitas berhenti, bukan hanya ekonomi yang lumpuh, tapi juga martabat sosial masyarakat setempat.

Celakanya, penghentian ini tidak terjadi karena pelanggaran hukum, melainkan karena mandeknya proses administrasi perpanjangan. Namun, menuding pemerintah pusat semata tidaklah cukup. PT Blora Patra Energi (BPE), sebagai pemegang mandat pengelolaan, tentu juga tak luput dari tanggung jawab.

Pemutusan Hubungan Kerjasama
Fakta penting yang sering luput disorot adalah bahwa menjelang habisnya kontrak, BPE justru mengusulkan perubahan besar dalam struktur kemitraan, termasuk pemutusan hubungan kerja sama dengan Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok (PPMSTL), penataan ulang skema bagi hasil, dan pengambilalihan pengelolaan langsung oleh BPE. 

Usulan ini memicu tarik-ulur yang mengharuskan evaluasi ulang oleh SKK Migas dan Kementerian ESDM. Pertanyaannya, mengapa perubahan fundamental ini tidak diajukan jauh-jauh hari? Apakah BPE terlalu percaya diri prosesnya akan berjalan cepat? Atau justru lalai dalam mengantisipasi dampak sosial dari berhentinya produksi?

Ironisnya, BPE juga tidak terlihat sigap memberikan dukungan sosial bagi penambang yang kehilangan penghasilan. Tidak ada kompensasi darurat, tidak ada program padat karya, bahkan tidak ada komunikasi yang menenangkan. Ini menandakan kurangnya tanggung jawab sosial sebagai BUMD yang seharusnya berpihak pada rakyat.

Penambang Butuh Solusi
Sudah saatnya pengelolaan sumur tua dilihat dari kacamata keadilan sosial, bukan sekadar prosedur perizinan. Pemerintah Daerah dan Pusat harus mempercepat keputusan, sementara BPE harus mengevaluasi diri: apakah benar-benar menjalankan fungsi pelayan publik, atau sekadar entitas bisnis tanpa nurani?

Tiga bulan tanpa penghasilan bukan sekadar statistik. Itu luka ekonomi dan sosial yang nyata. Warga tidak butuh wacana. Mereka butuh solusi dan kehadiran nyata dari para pengambil kebijakan.

Dwi Giatno, Penulis adalah Ketua Umum Pengurus Cabang IKA-PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora

Posting Komentar

0 Komentar