Rencana Pendirian UNY
BLORA, ME - Polemik rencana pendirian kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Kabupaten Blora melalui skema Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) kian dinamis.
Dari isu persaingan antar perguruan tinggi, beban anggaran daerah, hingga penolakan terhadap hibah lahan, persoalan ini telah bergeser dari semata-mata perdebatan teknis menjadi tarik ulur soal keadilan, kepentingan publik, dan pengelolaan aset daerah.
Namun, apakah ini berarti rencana pendirian kampus negeri di Blora harus dihentikan sama sekali? Tidak harus. Justru inilah momentum untuk membuka ruang dialog dan menemukan jalan tengah yang rasional, adil, dan progresif.
Menyikapi Perbedaan Secara Jernih
Kekhawatiran dari perguruan tinggi swasta (PTS) lokal memang tidak bisa diabaikan. Mereka khawatir kehilangan pangsa mahasiswa jika kampus UNY dibangun di Blora Kota atau Cepu, di mana sebagian besar PTS saat ini beroperasi.
Kekhawatiran ini sah-sah saja dan memang patut menjadi pertimbangan dalam konteks ekosistem pendidikan lokal yang masih rentan. Namun, di sisi lain, dari pihak pro muncul argumen yang cukup kuat pula.
Mereka mempertanyakan mengapa hibah lahan kepada UNY dipersoalkan, sementara sebelumnya Pemkab Blora telah beberapa kali menghibahkan lahan kepada institusi vertikal seperti Polri, Kejaksaan, dan rumah sakit nyaris tanpa penolakan.
Di titik ini, publik perlu bertanya secara terbuka: lebih penting mana, hibah untuk lembaga penegak hukum atau untuk pengembangan pendidikan tinggi?
Yang lebih menggelitik lagi, mengapa penolakan hanya untuk UNY, sementara untuk ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta tidak? Padahal selain UNY, Pemkab Blora juga berencana bekerja sama dengan ISI untuk membuka kampus di Blora.
Usulan Solusi Jalan Tengah
Agar tidak terjebak dalam dikotomi hitam-putih antara “menolak” atau “menerima penuh”, berikut dua opsi solusi yang dapat dipertimbangkan:
1. Relokasi ke Wilayah Netral: Ngawen atau Kunduran
Agar tidak langsung bersaing secara geografis dengan PTS yang sudah ada di Blora Kota maupun Cepu, lokasi kampus UNY bisa dipindah ke wilayah yang lebih netral dan belum tersentuh lembaga pendidikan tinggi besar. Ngawen dan Kunduran menjadi alternatif logis. Selain relatif strategis, wilayah-wilayah ini juga masih memiliki ruang pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur pendidikan.
Langkah ini bukan hanya bisa meredam gesekan, tapi sekaligus mendistribusikan manfaat pembangunan secara lebih merata ke wilayah pinggiran Blora, agar tidak terkesan hanya Blora kota dan Cepu saja yang menjadi prioritas pembangunan.
2. Hibah Lahan dengan Skema Bertahap atau Bersyarat
Jika penolakan kini berpusat pada soal hibah aset daerah, maka skema hibah tidak harus bersifat permanen tanpa syarat. Pemkab bisa mengatur bentuk kerja sama dalam bentuk:
- Hak pakai jangka panjang (misal 30 tahun) dengan evaluasi berkala, atau;
- Hibah bersyarat yang mengikat UNY untuk memenuhi indikator kontribusi lokal, seperti rekrutmen mahasiswa lokal, pelibatan dosen lokal, hingga program pengabdian masyarakat berbasis desa, atau syarat lainnya.
Dengan skema ini, aset daerah tetap terlindungi, sementara kampus UNY tetap bisa hadir sebagai pemicu kemajuan SDM Blora, tanpa harus bergesekan dengan kepentingan kampus PTS lokal yang juga perlu perhatian.
Akhir Kata Penulis
Pendidikan tinggi adalah investasi jangka panjang yang manfaatnya tak bisa langsung dirasakan dalam waktu singkat. Namun, keberpihakan terhadap masa depan generasi muda Blora seharusnya menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan. Selain itu, kita semua tentu sepakat bahwa hadirnya PTN akan membawa efek domino sosial-ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
Dengan kompromi yang rasional dan transparan, kehadiran UNY bisa menjadi katalisator, bukan kompetitor. Dialog publik yang terbuka, inklusif, dan berbasis data perlu segera difasilitasi. Bukan untuk mempertajam perbedaan, melainkan mencari titik temu demi kepentingan Blora ke depan. (DG/me)
Penulis:
Dwi Giatno, Ketua Umum Pengurus Cabang Ikatan Alumni PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora.
0 Komentar