IKLAN


 

"Di Manakah Bulog Ketika Harga Gabah Petani Lebih Tinggi dari HPP? Oleh: Dwi Giatno


      Dwi Giyatno, Pengamat Pertanian Blora

Badan Urusan Logistik, atau biasa kita sebut Bulog, terlihat begitu luar biasa perannya dalam beberapa bulan terakhir. Di berbagai daerah, Bulog dengan bantuan pendampingan dari TNI terjun langsung ke desa-desa untuk membeli gabah petani sesuai HPP yang ditetapkan pemerintah, Rp.6.500. 

Puncaknya, beberapa hari yang lalu, dengan bangga Bulog mengumumkan bahwa penyerapan Bulog saat ini adalah yang tertinggi dalam sejarah.

Kini, di beberapa daerah petani sudah memasuki masa panen musim tanam ke-2. Harga gabah di tingkat petani sering kali jauh melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP), seperti yang terjadi di Blora, Jawa Tengah, di mana harga gabah kering panen mencapai Rp6.900 per kilogram.

Sedangkan HPP yang ditetapkan pemerintah hanya Rp6.500. Dalam kondisi ini, pertanyaan besar muncul: di manakah peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga gabah dan beras?

Bulog Terhambat oleh Kebijakan HPP yang Tidak Fleksibel
Seharusnya, Bulog berperan sebagai lembaga yang menyerap gabah untuk cadangan beras nasional, namun kenyataannya, kebijakan HPP sering kali tidak mampu bersaing dengan harga pasar yang lebih tinggi. 

Ketika harga gabah di lapangan lebih menguntungkan, petani cenderung menjual gabah mereka ke tengkulak atau pedagang besar yang memberikan harga lebih tinggi.

Hal ini menyebabkan Bulog kesulitan dalam menstabilkan harga gabah dan beras, karena tidak dapat menyerap gabah sesuai dengan harga pasar yang berlaku.Kebijakan HPP yang ditetapkan pemerintah memang bertujuan untuk melindungi petani dan menjaga kestabilan harga pangan.

Namun, ketika HPP terlalu rendah dibandingkan harga pasar, Bulog tidak dapat membeli gabah sebanyak yang dibutuhkan, dan stok beras dalam negeri pun terancam menipis. Inilah yang memicu ketergantungan Indonesia pada impor beras, meskipun produksi gabah dalam negeri sebenarnya mencukupi.

Dalam konteks ini, petani justru diuntungkan karena mereka dapat menjual gabah dengan harga yang lebih tinggi dari HPP. Ini mengindikasikan bahwa ada ketidaksesuaian antara kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah dengan kondisi pasar yang sebenarnya.

Kebijakan HPP yang terlalu kaku dan tidak responsif terhadap fluktuasi pasar membuat Bulog tidak mampu menjalankan fungsinya secara efektif.

Solusi: Fleksibilitas HPP dan Peningkatan Kapasitas Bulog
Untuk memastikan Bulog dapat menjalankan perannya dengan baik, pemerintah perlu memberikan fleksibilitas dalam penetapan HPP agar sesuai dengan harga pasar yang dinamis.

Penyesuaian harga HPP akan memungkinkan Bulog bersaing dengan pedagang besar dan tengkulak dalam membeli gabah, sehingga penyerapan gabah bisa berjalan lancar dan stok beras nasional tetap terjaga.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kapasitas finansial dan infrastruktur Bulog agar dapat menyerap gabah dengan lebih cepat dan efisien. Dengan demikian, Bulog tidak hanya menjadi pengatur harga, tetapi juga penjaga stabilitas pangan nasional.

Menuntut Peran Bulog yang Lebih Aktif
Penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap kenyataan di lapangan. Fleksibilitas dalam penetapan HPP, penguatan Bulog, dan peningkatan daya tawar petani melalui koperasi akan membantu menciptakan sistem ketahanan pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Jika Bulog bisa berperan lebih efektif, kita tidak perlu lagi bergantung pada impor beras yang semakin memperburuk ketahanan pangan nasional. (PR/me)

_Penulis adalah Ketua Umum Pengurus Cabang Ikatan Alumni PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora_

Posting Komentar

0 Komentar