Sempat molor lima jam rapat paripurna DPRD Blora, dikarenakan masih ada pembahasan anggaran untuk tahun 2026 antara Eksekutif dengan Legislatif
Jawaban Bupati Blora Arief Rohman atas pandangan umum Fraksi - Fraksi saat Rapat Paripurna DPRD Blora
Rapat Paripurna DPRD
BLORA, ME - Di bulan penghujung akhir tahun 2025 ini, (29/11/2025) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora kembali gelar rapat paripurna dengan empat agenda penting yaitu pembacaan pandangan umum fraksi - fraksi terhadap Ranperda Kabupaten Blora tahun 2025, tentang APBD Kabupaten Blora tahun 2026, topik yang paling dibahas adalah terkait pemotongan dana transfer ke daerah (TKD)
Agenda kedua, adalah jawaban Bupati atas pandangan umum fraksi - fraksi terhadap Ranperda Kabupaten Blora tahun 2025, dilanjutkan dengan agenda ketiga, yaitu penetapan program pembentukan Perda tahun 2026, dan agenda keempat adalah persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD Kabupaten Blora terhadap Ranperda Kabupaten Blora tahun 2026, yang ditandangani bersama - sama berita acaranya.
Rapat Paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Blora, Mustopa dari PKB, didampingi jajaran Wakil Ketuanya yaitu HM Dasum (PDIP), Lanova Chandra Tirtaka (Gerindra) dan Siswanto (Golkar), sementara dari anggota yang hadir adalah 37 orang. Meskipun sempat protes karena molor hingga 5 jam, namun rapat paripurna tersebut tetap dijalankan dan memenuhi kuorum.
Pemotongan TKD Blora
Dari seluruh pandangan umum Fraksi - Fraksi, semuanya menyoroti berkurangnya dana Transfer Ke Daerah (TKD) sebesar Rp. 370 - 376 Miliar di tahun 2026. Seperti yang disampaikan oleh Fraksi Gerindra - Golkar, yang dibacakan oleh Galuh Widiasih Mustikasari, meminta Pemerintah Kabupaten Blora, untuk mengelola kondisi yang ada dengan mengoptimalkan pendapatan asli daerah.
Sorotan kinerja Badan Usaha Milik Daerah disampaikan oleh Bibi Hastuti dari Fraksi PDIP, agar ditingkatkan untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada, seperti minyak bumi dan gas, pertanian dan kehutanan.
Sebelumnya Yuyus Waluyo dari Partai Nasdem juga menyoroti kinerja teknis Organisasi Perangkat Daerah, yang selalu telat melaksanakan proyeknya, padahal APBD sudah digedok oleh DPRD Blora per bulan Desember tahun sebelumnya.
"Yang perlu disoroti juga pelaksanaan proyek - proyek yang dibiayai oleh APBD kita, kenapa selalu molor, dilaksanakan mulai bulan september tahun berjalan, padahal kita gedoknya pada bulan desember tahun sebelumnya, kan percuma kalo seperti ini terus, selalu menumpuk di bulan Desember ini kan jadinya," ujarnya kepada Monitor Ekonomi.
Perbaikan Kinerja Daerah
Di tempat terpisah, Pengamat Ekonomi dan Sosial dari Blora, Bambang Sartono mengungkapkan bahwa kondisi APBD tahin 2026 tersebut, harus diimbangi dengan perbaikan kinerja Pemerintah Daerah, anggaran pembiayaan eksekutif dan legislatif harus memperhitungkan kembali, efisiensi dan efektifitas belanja daerah, harus digunakan sebesar - besarnya bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian daerah.
"Masih adanya kegiatan kunjungan kerja DPRD dan Eksekutif ini, harus dikurangi dengan membuat pertemuan - pertemuan untuk menyerap aspirasi masyarakat terutama di Perdesaan, yang saat ini lagi menjerit karena Dana Desa tahap keduanya belum cair, ini sama sekali tidak ada upaya dari Eksekutif dan Legislatif bagaimana mencari jalan keluarnya, karena hampir setiap hari mereka kunker keluar kota jadi tidak tahu kondisi ini," ungkap Ketua Forum Jaringan Media Siber Kabupaten Blora.
Di saat yang sama, Kurnia Adi, yang juga Pengamat Ekonomi Blora mengungkapkan bahwa pemotongan TKD dari Pusat adalah upaya untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah yang ternyata banyak ditemukan tidak efektif dan efisien untuk.meningkatkan perekonomian, bahkan temuan korupsi semakin marak dan dibongkar oleh aparat Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Temuan dana yang mengendap di Bank Sentral yaitu Bank Indonesia sebesar Rp. 450 Trilyun, oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa menjadi pemicu, anomali ekonomi ditambah temuan dana daerah yang mengendap di Bank - Bank komersial baik milik Pemerintah maupun swasta, menjadi pemicu kuat dilakukannya pemotongan TKD, meskipun sudah ditambah dari Rp. 650 Trilyun menjadi Rp. 693 Trilyun, ini pun masih dianggap belum cukup, tapi saya meyakini bahwa Pemerintah Pusat akan kembali menyuntik dana lagi, apabila penyerapan anggaran sudah dioptimalkan," ungkapnya. (Rome)











0 Komentar